Eropa
merupakan benua yang dihuni oleh negara-negara berpredikat negara maju.
Kemajuan negara-negara tersebut bisa dilihat dari sisi pendidikan, tatanan sosial
masyarakat, maupun tatanan ekonomi. Kemajuan dibidang pendidikan diliat dari
banyaknya universitas bertaraf internasional dan intensnya
penelitian-penelitian yang dilakukan sehingga bisa menyokong perkembangan
kebijakan yang dilakakan pemerintah. Adanya sebuah integrasi dan korelasi
antara kaum akademisi dan eksekutif pengambil kebijakan meminimalisir kesalahan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
Namun
semua kemajuan tersebut seakan tidak menyisakan kenangan dan kekaguman saat
kawasan Uni Eropa mengalami krisis financial berat yang melanda. Berawal dari
Yunani yang terancam bangkrut karena gagal bayar hutang konsumsi yang dilakukan
oleh masyarakatnya, kemudian Irlandia, Spanyol, Italia, Inggris, hingga
berujung di Perancis yang masuk ke jurang krisis hutang negara. Saat ini
Perancis bernasib sangat buruk karena peringkat rating kredit negaranya tuun
dari AAA menjadi AA+. Hal ini bisa terjadi karena negara tersebut memiliki
hutang yang setara dengan 95% PDB nya dan sudah tidak lagi mampu untuk
mengatasinya.
Italia,
sebuah negara yang memiliki kota mode Milan, yang diprediksi memiliki
perekonomian yang sangat kuat dan dijadikan negara idaman oleh IMF karena
jumlah transaksi perdagangan yang luar biasa juga mengalami gagal bayar. Dunia
internasional terlalu menganggap transaksi internasional yang besar merupakan
indikator yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. Terlebih lagi kawasan
Eropa telah memiliki satuan mata uang tunggal (euro) yang bisa memfasilitasi
perdagangan antar negara anggota menjadi lebih mudah.
Saat
ini pemimpin negara-negara Eropa kebingungan dan kalang kabut dengan apa yang
terjadi dikawasan mereka. Anggaran pembelanjaan negara pun harus dipotong untuk
memperbaiki jadwal dan melunasi hutang negaranya. Alhasil, anggaran pendidikan
dikurangi, subsidi yang diberikan pemerintah dikurangi, sehingga menimbulakn
buruh di rumahkan tanpa pesangon oleh perusahaan tempat dia bekerja. Sungguh
ironi, karena disatu sisi pemerintah justru meninjau kembali jaminan dan santunan
sosial yang selama ini digelontorkan dengan begitu mudahnya. Kesenjangan social
pun terjadi, biaya social menjadi lebih besar dari ekspektasi awal, para
pelajar protes lantaran biaya pendidikan menjadi semakin mahal karena
berkurangnya subsidai pendidikan dari pemerintah.
Akhir-akhir
ini para pemimpin negara Eropa melakukan kajian secara intensif untuk
mendapatkan solusi terbaik penanganan krisis keuangan yang melanda
negara-negara kawasan. Hingga akhirnya menghasilkan enam scenario resolusi zona
Eropa (okezone.com 20/12/’11) yang akan dilaksanakan pada tahun 2012 mendatang.
Enam resolusi tersebut diantaranya :
1. Scenario
“quo vadis” yang artinya kemungkinan
Eurozone tutup telinga terhadap permasalahang gagal bayar yang menimpa para
anggota-anggotanya.
2. Eurozone
kemungkinan akan dipecah menjadi dua belah bagian. Bagian pertama terdiri dari
negara-negara yang memiliki perekonomia yang kuat, sedangkan bagian lain
terdiri dari negara-negara anggota yang memiliki perekonomian yang sangat kuat.
3. Scenario
negara Jerman yang akan meninggalkan kawasan Eropa lantaran saat ini negara
tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat baik. Sehingga memungkinkan
pemerintah Jerman memutuskan untuk lepas tangan dari krisis Eropa yang terjadi
saat ini.
4. Adanya
kemungkinan negara Yunani dan Portugal dikeluarkan dari kawasan perekonomian
Eropa karena keduanya dianggap sebagai biang keladi dari krisis yang melanda
Eurozone saat ini.
5. Italia
dan Spanyol yang berpindah dari zona Eropa, namun hal ini akan sulit karena
jika kedua negara ini sampai keluar dari zona Eropa, maka akan membahayakan
posisi perekonomian Jerman, Perancis, dan Belanda mengingat tingginya integrasi
perdagangan yang dilakukan oleh masing-masing negara.
6. Kemungkinan
terakhir adalah dibubarkannya zona ekonomi Eropa.
Kelalaian Kawasan
Kawasan
perekonomian Eropa lalai dengan hal-hal fundamental saat pemimpin mereka
sepakat untuk membentuk suatua mata uang tunggal kawasan. Dalam teori Optimum Currency Area (OCA), yang telah
diberlakukan kawasan Eropa dengan mata uang Euro
nya, pemimpin mereka lupa bahwasanya dalam integrasi perdagangan internasional
yang baik, dan berujung pada penggunaan suatu mata uang tunggal, dibutuhkan
sebuah lembaga supranasional yang bisa memayungi segala transaksi bisnis maupun
keuangan agar bisa sebagai jaminan kegiatan controlling
terhadap integarasi perdagangan yang ada.
Lembaga
supranasional tersebut equal dengan IMF, akan tetapi wewenangnya hanya menaungi
negara-negara kawasan, tidak global seperti fungsi utuh IMF. Eurozone sendiri
sebenarnya telah memiliki lembaga supranasional yang berfungsi sebagai lembaga
yang menjamin likuiditas kawasan dan mempertahankan kurs euro terhadap mata
uang lainnya. Lembaga ini bernama The
European Monetary Cooperation Fund (EMCF). EMCF didirikan sebelum terbentuknya European Monetary Union pada
tanggal 1 January 1999. Latar belakang beroperasinya EMCF didasari dari
terwujudnya The European Community
(sebelum tahun 1993 disebut European
Economic Comunity) yang merupakan implementasi dari Treaties of Rome pada tahun 1950-an (Saichu: 2004).
Pada
tahun 1971, negara-negara anggota setuju untuk membentuk sebuah kawasan “economic and monetary union” secara
bertahap yang ditujukan untuk mempersempit fluktuasi marjin mata uang antar
negara anggota. Dalam prakteknya, setiap bank sentral masing-masing negara
diwajibkan melakukan intervensi di pasar valuta asing atas marjin mata uang
negara mitra dagangnya. Sebagai akibat dari intervensi mata uang yang dilakukan
bank sentral masing-masing negara anggotanya, EMCF juga melakukan mekanisme
pendanaan dan kredit dengan ruang lingkup yang terbatas.
Namun,
dalam perjalanannya, eksistensi EMCF digugat oleh IMF karena ditakutkan akan
membatasi ruang lingkup wewenang IMF dalam hal pendanaan dan kredit
negara-negara dunia karena selama ini negara-negara kawasan Eropa merupakan
negara dengan perkembangan ekonomi yang sangat maju dan memiliki frekuensi
perdagangan internasional yang amat besar dan terintegrasi dengan baik. Alhasil
eksistensi dari ECMF sendiri sampai sekarang kurang greget dalam mekanisme controlling
yang seharusnya dilakukan untuk menciptakan integrasi ekonomi dan moneter yang
diinginkan.
Selain
eksistensi ECMF sebagai lembaga pengataur yang tidak memiliki kejelasan arah
dan nasib, pemimpin negara kawasan Eropa lupa akan sebuah mekanisme pendeteksi
dini terhadap apa yang terjadi pada keadaan ekonomi secara makro kawasan. Sistem
pendeteksi ini biasa disebut dengan Early
Warning System (EWS) yang tidak bisa dipisahkan dari teori OCA dalam
integrasi ekonomi dan moneter kawasan. Sistem pendeteksi ini akan mendeteksi
gejala-gejala abnormal yang dianggap bisa membahayakan eksistensi masyarakat
ekonomi kawasan dan identifikasi gejala krisis kawasan. Indicator yang
digunakan dalam EWS adalah perkembangan ekonomi dan dan keuangan kawasan yang
ditandai dengan shock yang terjadi pada perekonomian kawasan.
Jika
EWS diimplementasikan dengan baik, maka krisis Eropa saat ini akan bisa
dideteksi lebih dini dan permasalahan yang terjadi tidak akan sepelik yang
terjadi sekarang ini. Terlebih saat ini para pemimpin negara-negara kawasan
Eropa memberikan solusi krisis dengan menggelontorkan dana segara dan melakukan
pengetatan kebijakan sector fiscal yang mereka miliki. Hal ini hanya akan
menimbulkan krisis politik, social, dan moral dalam tatanan negara dan
kehidupan warna negara mereka. Ketika krisis meningkat selama beberapa minggu,
yang dilakukan bank sentral Eroap adalah mulai membeli obligasi Spanyol dan
Italia sebagai sebuah upaya untuk mencegah penularan krisis hutang yang lebih
luas lagi.
Namun,
semua itu akan sangat sulit mengingat para investor akan tetap pesimis dengan
keadan negara dan masyarakat yang sekarang. Mereka akan tetap berfikir
beribu-ribu kali untuk investasi di Eropa. Jika hal ini terjadi, maka
perekonomian kawasan Eropa lambat laun akan lumpuh dan integrasi moneter yang
selama ini dibangun bisa hancur. Terlebih lagi, seorang ekonom Eropa, Jennifer
McKeown memprediksi (sebagaimana yang dilansir oleh lintas-berita.com) bahwa
perekonomian Eropa akan gagal, yang akan memunculkan krisis perbankan, bahakan
lebih besar lagi, yang bersifat menyeluruh dan berdampak pada ambruknya sistem
ekonomi Eropa.
0 komentar:
Posting Komentar