Abstract
Operational risk is one of the types of
risks that must be taken care of by a business institution. Mismanagement of
Operational risk can cause a loss of business institution. Barings bank is a
financial institution that went bankrupt due to mismanagement of operational
risk. Islamic bank is also not free from the threat of operational risk, as
well as other business institutions.
This paper examines the mechanism of
calculating operational risk in Islamic Bank X using Loss Distribution
Aggregate (LDA) approach. Data used in this paper is the data loss money in
Islamic Bank X in the period January 2008 to December 2011. Value at Risk (VaR)
at the 99,9% confidence level used to calculate unexpected loss. Research
result mentioned Islamic Bank X must provide funds IDR 73.702.110.763,48 as a
capital charge to cover possible losses arising from operational risk in the
coming periode.
Keywords: Loss Distribution Aggregate
(LDA), Risiko Operasional, Value at Risk (VaR),
Rizal Razib
Abdillah
NIM S.0913.042
rizalrazib@gmail.com
Pendahuluan
Risiko operasional merupakan sebuah
potensi penyimpangan shareholder
perusahaan dari hasil dan rencana yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu
sistem kerja, SDM, teknologi, maupun faktor lain yang bisa mempengaruh kinerja
perusahaan. Tata cara
pengelolaan risiko operasional diatur dalam Basel Accord II tahun 2004. Kesalahan
mitigasi risiko operasional dapat menyebabkan kerugian ataupun kebangkrutan sebuah lembaga bisnis. Diantara lembaga keuangan raksasa yang
dinyatakan bangkrut karena risiko operasional ialah Barings Bank dan Enron
Corp.
Barings Bank merupakan salah satu bank tertua di Inggris
pada tahun 1995. Kebangkrutan Barings Bank dilatari oleh kecerobohan Nick
Lesson, kepala unit investasi Barings Bank di Singapura. Dia melakukan kontrak
derivatif tanpa hedging pada pasar future singapura. Lesson
memberikan kontribusi keuntungan fantastis bagi Barings Bank secara
keseluruhan. Dari hasil transaksinya, unit yang dipimpin Lesson menyumbangkan
keuntungan sebesar 8,83 juta poundsterling dan pada tujuh bulan pertama
mencatatkan laba 19,6 juta poundsterling atau sepertiga dari total keuntungan
perusahaan Barings Bank diseluruh dunia
(Shelfina, et al., 2010: 3). Sehingga Lesson mencatatkan bonus personal sebesar
115.000 poundsterling pada tahun 1993 dan 450.000 poundsterling pada tahun 1994
(Stein (2000) dalam Drennan, 2004: 260).
Lesson adalah menciptakan akun 88888 untuk memanipulasi
kerugian pada laporan keuangan Barings Bank akibat transaksi di pasar future.
Ia leluasa melakukan manipulasi data keuangan karena memegang kendali atas
operasional back office dan front office Barings bank di
Singapura. Kerugian yang disembunyikan
dalam rekening tersebut antara lain berjumlah £2 juta di tahun 1992, £23 juta
di tahun 1993, £208 juta di akhir tahun1994 dan £827 juta pada tanggal 27
Februari 1995 setelah Barings Bank dalam pengawasan kurator (Shelfina, et al.,
2010: 3).
Kasus lain yang menjadi contoh pentingnya mitigasi risiko
operasional adalah kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Enron
Corporation. Enron memanipulasi laporan keuangan karena besarnya hutang yang
dimiliki perusahaan untuk pengadaan infastruktur bisnis energi yang dijalankan.
Pihak manajemen takut jika lonjakan hutang perusahaan dilaporkan kepada
pemegang saham, maka akan menurunkan nilai saham di pasar modal. Namun, pada
bulan Juli 2001 nilai saham Enron mengalami lonjakan penurunan dari 80 dollar
menjadi 47 dollar Amerika.
Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar
$US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS.
Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir,
Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan
ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan
harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen (Wealth
Indonesia, n.d.).
Oleh karenanya, ketepatan pengukuran dan pengelolaan risiko
operasional menjadi sangat penting bagi lembaga bisnis, terutama lembaga
keuangan. Basel II menetapkan tiga metode standar pengukuran risiko. Metode
tersebut adalah Basic Indicator Approach (BIA), Standard Approach
(SA), dan Alternative Standard Approach (ASA). Selain itu, Basel II
juga merekomendasikan Advance Meausu-rement
Approach (AMA). Metode AMA merupakan metode yang disesuaikan dengan
kebijakan internal lembaga keuangan dan harus mendapat persetujuan dari bank
sentral terkait dengan penyediaan modal untuk menyerap risiko operasional. Saat
ini setidaknya ada tiga metode yang tergolong dalam pendekatan pengukuran advance.
Metode itu ialah Loss Distribution Approach (LDA), Scenario Based Approach,
dan pendekatan Exteme Value Theory (EVT).
Pada penelitian ini akan diukur risiko operasional akibat
kehilangan uang pada bank syariah X. Bank syariah X merupakan unit usaha
syariah yang dimiliki oleh salah satu bank umum swasta nasional di Indonesia.
Sekilas informasi tentang unit usaha syariah (UUS) Bank X dan Bank X disajikan
dalam tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan Jumlah Asset, DPK, dan Pembiayaan
UUS Bank X dan Bank X
|
2011
|
2012
|
2013 (Maret)
|
UUS Bank X
|
|||
Asset
|
1,36 T
|
2,03 T
|
2,43 T
|
DPK
|
670,9 M
|
1,3 T
|
1,26 T
|
Pembiayaan
|
998,3 M
|
1,54 T
|
1,76 T
|
Bank X
|
|||
Asset
|
127,1 T
|
130,4 T
|
126,2 T
|
DPK non
syariah
|
87,9 T
|
90,3 T
|
86,9 T
|
Kredit non
syariah
|
86,7 T
|
91,53 T
|
90,1 T
|
Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah
Pada tahun 2011, asset UUS bank X
memiliki asset senilai 1,36 T rupiah atau sekitar 1,07% dari asset yang
dimiliki oleh bank induknya yang mana pada tahun 2011 Bank X memiliki asset
senilai 127,1 T rupiah. Dibandingkan tahun 2011, pada tahun 2012 UUS Bank X
mencatatkan pertumbuh asset sebesar 49,26% menjadi 2,03 T rupiah. Asset UUS
Bank X terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 2,43 T rupiah pada bulan
Maret 2013 atau sekitar 1,92% dari asset Bank X yang senilai 126,2 T rupiah.
Hal ini menandakan adanya pertumbuhan yang signifikan pada asset UUS Bank X.
Pertumbuhan Asset UUS Bank X diikuti dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)
dan pembiayaan. meskipun pada Maret 2013 DPK UUS Bank X mengalami penurunan
dari tahun 2012.
Penilitian terdahulu tentang manajemen risiko operasional bank
syariah tergolong masih sedikit. Sementara penelitian terdahulu yang mendasari
penulisan ini diantaranya Pardi (2006), Shevchenko (2008), dan Navarrete
(2006). Pardi (2006)
melakukan pengukuran kecukupan dana jaminan transaksi bursa di pasar modal Indonesia
dengan metode stress testing. Stress testing digunakan dengan dua
alternatif yaitu stress testing yang hanya didasarkan pada pola dan
parameter distribusi periode ekstrim dan stress testing yang ditentukan
dengan melakukan stress testing pada factor-faktor pendorong risiko yang
didasarkan pada pola dan parameter distribusi ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan
alternatif pertama lebih moderat dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan
Transaksi Bursa sebesar 405 miliar rupiah. Sedangkan alternatif kedua lebih
konservatif dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan Transaksi Bursa
sebesar 1,487 triliun rupiah.
Shevchenko (2008) mengestimasi capital charge risiko
operasional berdasarkan parameter kerugian tidak terduga (unexpected loss).
Penelitian ini menunjukkan bagaimana parameter kerugian tidak terduga dapat
diperhitungkan dengan sebuah kerangka Bayasean yang juga memungkinkan untuk
menggabungkan pendapat ahli dan data eksternal ke dalam prosedur estimasi.
Metode yang digunakan adalah Loss Distribution Approach (LDA). Hasil
penelitian menyebutkan hasil estimasi metode dengan quantil 0,999 (99,9%)
sangat akurat dan signifikan sehingga mengharuskan sebuah instansi untuk
menyediakan modal dalam menyerap kerugian akibat risiko operasional pada taraf
tingkat kepercayaan 99,9%. Hasil penelitian ini menguatkan peraturan yang
ditetapkan Basel II. Basel II menuntut bank untuk mengukur risiko pada tingkat
kepercayaan 95%, 99%, dan 99,9%.
Penelitin serupa juga dilakukan oleh Navarrete (2006) yang
mensimulasi penghitungan kerugian tidak terduga (unexpected loss) dan
kerugian yang terduga (expected loss) yang diakibatkan risiko
operasional kartu kredit. Penghitungan dilakukan dengan tiga langkah
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan ekspektasi kerugian sebesar $ 5.944,36
setiap bulan. Sedangkan unexpected loss pada tingkat kepercayaan 95%, 99%, dan
99,9% secara berturut sebesar USD 4.602,54, USD 7.199,37 dan 10.881,97.
Sehingga pada masing-masing selang kepercayaan tersebut bank harus menyediakan
modal sebesar nilai unexpected loss untuk menyerap risiko operasional
kartu kredit.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini ditujukan mengukur potensi kerugian risiko
operasional Bank Syariah X menggunakan data kehilangan pada tingkat kepercayaan
99,9 persen sesuai dengan ketentuan Basel II. Penelitian ini juga ditujukan
menghitung modal yang harus disediakan oleh Bank Syariah X untuk menyerap
kerugian yang timbul akibat risiko operasional kehilangan uang.
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan untuk menghitung risiko operasional pada karya tulis ini adalah Loss
Distribution Aggregate (LDA). Menurut Navarrete (2006), langkah-langkah dalam estimasi modal
minimal yang harus disediakan bank untuk menyerap risiko operasional yaitu (i) mengidentifikasi distribusi frekuensi dan distribusi
severity data, (ii) kedua distribusi tersebut kemudian digabungkan dalam sebuah
distribusi kerugian agregat menggunakan simulasi Monte Carlo, dan (iii) menghitung
Value at Risk (VaR) risiko operasional dengan persentil dari distribusi
kerugian agregat.
Pada penelitian ini, selang kepercayaan yang akan
digunakan adalah pada level 99,9% dimana peneliti ingin meminimalkan kerugian
yang diakibatkan risiko operasional. Selang kepercayaan diartikan sebagai sebuah
konsep statistika yang digunakan untuk mengukur kemungkinan suatu bank
terhindar dari kebangkrutan ataupun kegagalan dalam seuatu sektor bisnisnya. Software
@Risk® digunakan untuk membantu peneliti dalam simulasi dan penyesuaian (fitting)
distribusi data input. Sedangkan penghitungan capital charge menggunakan
Ms. Excel 2010.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Identifikasi dan simulasi
distribusi frekuensi
Hasil identifikasi dan
penyesuaian (fitting) distribusi frekuensi data input menunjukkan
distribusi data tergolong pada dalam distribusi Poisson. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 1. Distribusi
poisson menurut Walpole (1993: 173) merupakan
distribusi yang menggambarkan distribusi peluang bilangan X yang menyatakan
banyaknya hasil percobaan dalam suatu percobaan poisson. Nilai peluang
distribusi Poisson hanya bergantung pada nilai tengahnya (μ), yaitu rata-rata
banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama selang waktu atau daerah yang
diberikan.
Gambar 1. Hasil
Fitting Distribusi Frekuensi
Lebih lanjut, hasil penyesuain menunjukkan nilai mean distribusi Poisson sebesar 1,95 dan
nilai standar deviasinya sebesar 1,40. Nilai skewness distribusi Poisson
sebesar 0,72 yang berarti distribusi ini
memiliki distribusi data yang condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang ke
kanan. Menurut Lewis (2004: 51) analisa nilai
skewness sangat penting bagi sebuah distribusi operasional karena
mencerminkan tingkat kejadian yang ekstrem pada sebuah distribusi data. Nilai skewness
yang kurang dari dari satu menandakan distribusi ini tidak memiliki likelihood
data ekstrim yang besar. Nilai skewness positif juga mengindikasikan banyaknya
data positif dalam sebuah distribusi. Sehingga, pada distribusi data ini, nilai
positifnya lebih banyak dari nilai negatifnya.
Nilai
kurtosis sebuah distribusi mencerminkan bobot ekor yang dimiliki oleh
distribusi tersebut. Nilai kurtosis distribusi Poisson sebesar 3,51,
menandakan distribusi data Poisson memiliki bentuk leptokurtic.
Distribusi leptokurtic merupakan distribusi yang memiliki nilai kurtosis
lebih dari tiga (Lewis, 2004: 55).
Artinya, distribusi Poisson ini memiliki bobot ekor (weight tail) yang
tinggi dan bisa dikatan ekor distribusi semakin jauh dari nilai tengah (mean).
Uji statistik Goodness of Fit (GoF) distribusi Poisson sebesar 98,69
yang ditandai dengan nilai chi-square. Sedangkan, nilai critical
value distribusi Poisson pada selang kepercayaan 99,9% sebesar 18,47 dan
pada selang kepercayaan 99% sebesar 13,28.
Sementara
itu, tujuan dilakukannya simulasi distribusi frekuensi kejadian adalah
mendapatkan angka yang tepat sebagai angka acuan jumlah simulasi yang
dibutuhkan distribusi severitas. Fitting distribusi akan menghasilkan
DNA data kejadian yang kemudian akan disimulasikan menggunakan software @Risk®.
Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali. Hasil simulasi data kejadian
dikumpulkan dalam sebuah tabel akumulasi data untuk mendapatkan jumlah total
akumulasi. Jumlah total akumulasi ini yang nantinya akan digunakan untuk
mensimulasikan data kerugian severitas. Hasil simulasi data kejadian dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel
2. Hasil Simulasi Distribusi Frekuensi Kejadian
Kejadian Per Hari
|
Jumlah Hari
|
Akumulasi
|
0
|
143
|
0
|
1
|
277
|
277
|
2
|
270
|
540
|
3
|
177
|
531
|
4
|
85
|
340
|
5
|
34
|
170
|
6
|
10
|
60
|
7
|
3
|
21
|
8
|
1
|
8
|
Jumlah
|
1000
|
1947
|
Tabel
2 menunjukkan hasil simulasi distribusi frekuensi kejadian kerugian operasional
per hari. Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali dengan nilai maksimal kejadian
dalam satu hari sebanyak delapan kali kejadian. Jumlah hari tanpa adanya
kejadian yang merugikan sebanyak 143 hari. Sementara jumlah hari yang dalam
satu hari ada satu kejadian sebanyak 277 hari. Delapan kali (nilai maksimum)
kejadian yang merugikan hanya pernah terjadi sekali dalam sehari. Jadi, hasil
simulasi distribusi frekuensi menunjukkan ada 1.947 kejadian secara akumulasi
selama 1.000 hari. Sehingga jumlah jumlah simulasi yang dibutuhkan untuk
mensimulasikan distribusi severitas sebanyak 1.947.
B.
Identifikasi dan
simulasi distribusi severitas
Distribusi severitas kerugian merupakan distribusi
yang menggambarkan pola penyebaran data kerugian dalam kurun waktu tertentu.
Distribusi severitas juga memiliki sifat yang kontinu. Distribusi severitas
juga bisa menjelaskan pola data yang berbentuk pecahan. Bentuk dari distribusi
severitas yang biasa ditemuakan antara lain distribusi beta, distribusi
eksponensial, distribusi lognormal, distribusi Gamma, distribusi Pareto,
distribusi Earlang, dan distribusi Rayleigh
(Muslich, 2007: 68).
Pemodelan Value at Risk (VaR) kerugian
operasional dengan pendekatan Advanced Measurement Approach (AMA)
menuntut ketepatan dalam menentukan jenis distribusi severitas kerugian
operasional selain juga distribusi frekuensi. Menurut Muslich (2007: 67),
ketepatan menuntukan karakteristik distribusi severitas menentukan ketepatan
dalam menetukan parameter distribusi data. Sehingga pemodelan pengukuran risiko
menjadi lebih tepat dan akurat. Testing karakteristik distribusi
severitas kerugian operasional dapat menggunakan pendekatan tes Chi-Square,
Kolmogorov Smirnov (KS), atau Anderson Darling.
Identifikasi distribusi severitas kerugian dilakukan
dengan cara memblok data kerugian operasional pada periode penelitian, kemudian dilakukan fitting distribusi
menggunakan software @Risk®. Hasil fitting menunjukkan distribusi data
kerugian memiliki karakteristik jenis distribusi lognormal. Hasil fitting
distribusi severitas ditampilkan dalam gambar 2. Pada penelitian ini,
pendekatan Goodnes of Fit yang digunakan adalah uji statistik chi-square.
Gambar
2. Hasil Fitting Distribusi Severitas
Nilai maksimum data input senilai 865.826,02. Nilai
minimum data input senilai 8.663,91 dan nilai minimum distribusi lognormal
sebesar 7.839,47. Nilai rata-rata (mean) data input sebesar 84.781,68,
sedangkan standar deviasi data input senilai 133.953,24. Nilai standar deviasi yang besar mengindikasikan
data input memiliki penyebaran data yang beragam. Derajat skewness data
input senilai 4,55, menandakan distribusi data input memiliki likelihood
atas kejadian ekstrim yang tinggi karena memliki derajat skewness yang
lebih besar dari satu. Nilai ini juga menandakan pola distribusi data input
cenderung condong ke kiri dengan ekor memanjang ke kanan. Nilai kurtosis
distribusi input 28,13, menandakan distribusi ini memiliki bobot ekor peluang
distribusi yang semakin jauh dari nilai tengah distribusi data. Nilai kurtosis
yang lebih dari tiga menjadikan distribusi data input tergolong dalam
distribusi leptokurtic.
Hasil fitting distribusi severitas menyebutkan
distribusi logaritma normal (lognormal) sebagai distribusi yang paling cocok
dengan jenis distribusi data input. Menurut informasi pada tabel 4.4 , nilai mean
distribusi lognormal sebesar 95.473,49. Nilai maksimal distribusi lognormal infinity
(∞) dan nilai minimalnya 7.839,47. Standar deviasi distribusi lognormal senilai
230.437,73 mengindikasikan data pada distribusi ini tersebar secara beragam dan
ragam penyebrannya lebih tinggi dari distribusi data input.
Distribusi lognormal memiliki derajat skewness 26,07
yang berarti distribusi ini berpola condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang
ke kanan serta memiliki kemungkinan terjadinya (likelihood) kejadian
ekstrim yang tinggi. nilai kurtosis-nya 5.100,16 menjadikan distribusi
lognormal tergolong dalam distribusi leptokurtic. Nilai kurtosis
tersebut juga mengindikasikan distribusi lognormal memiliki bobot ekor yang
jauh dari nilai tengahnya. Chi-square distribusi lognormal sebesar 3,33
dengan nilai robabilitas 85%. Hal ini mengindikasikan nilai goodness of fit
yang baik. Distribusi lognormal memiliki critical value pada selang
kepercayaan 99% senilai 18,48 dan critical value pada selang kepercayaan
24,32.
Simulasi distribusi severitas dilakukan untuk
mengetahui ekspektasi nominal kerugian perusahaan dimasa mendatang. Simulasi
disusun berdasarkan data distribusi frekuensi dan data distribusi severitas.
Penelitian ini hanya menggabungkan probabilita terjadinya kegagalan sistem per
bulan dengan pendekatan distribusi Poisson dan besarnya kerugian severitas
risiko operasional dengan pendekatan distribusi Log Normal dengan iterasi
sebanyak 1.947. Angka 1.947 didapat dari akumulasi frekuensi kejadian setelah
mensimulasikan distribusi frekuensi (lihat tabel 3).
Hasil simulasi distribusi severitas kehilangan
menunjukkan nilai maksimal hasil simulasi sebesar 4.017.517,07 dan nilai minimal senilai 7.877,37. Hasil
simulasi distribusi severitas kehilangan kemudian akan digabungkan dengan
distribusi frekuensi kejadian untuk mendapatkan distribusi kerugian agregat
kehilangan.
Tabel 3. Hasil Simulasi Distribusi Severitas
Iterasi ke
|
Nilai Rp 000
|
1
|
131,158.62
|
2
|
166,916.42
|
3
|
38,600.48
|
4
|
25,483.08
|
5
|
18,932.06
|
6
|
15,548.56
|
…
|
…
|
1000
|
150,688.96
|
…
|
…
|
1947
|
19,341.37
|
C.
Identifikasi
distribusi kerugian agregat
Distribusi kerugian agregat merupakan gabungan dari
distribusi frekuensi kejadian dan distribusi severitas kehilangan. Pendekatan
distribusi kerugian agregat membantu pihak bank atasu sebuah instansi untuk
mengestimasi risiko sebuah bisnis yang dilakukan instansi, menghitung
probabilitas nominal kerugian (severitas) dalam satu tahun, serta mengestimasi
frekuensi kejadian merugikan selama satu tahun
(Frachot, et al., 2001: 2).
Penggabungan distribusi frekuensi dan distribusi
severitas dilakukan dengan memasukkan nilai hasil simulasi distribusi severitas
kedalam tabel yang jumlah kolom dan cell nya sesuai dengan hasil simulasi
distribusi frekuensi. Data gabungan hasil simulasi distribusi severitas dan
hasil simulasi distribusi frekuensi kemudian diidentifikasi pola distribusinya
menggunakan software @Risk. Fitting distribusi juga dilakukan untuk
melihat persentil data 0,1%. Pola distribusi data gabungan hasil fitting
distribusi dilihat pada gambar 3. Pola distribusi data hasil fitting
pada gambar 3 menunjukkan sebuah distribusi yang memiliki ekor panjang ke
kanan. Dari gambar pula dapat diketahui jenis distribusi data adalah distribusi
InvGauss.
Gambar 4.6. Hasil Fitting Distribusi Kerugian
Agregat
Distribusi
data input memiliki nilai maksimum sebesar 4.071.550,06 sedangkan niiai
maksimum distribusi InvGauss tidak terhingga (infinity). Distribusi
InvGauss memiliki nilai minimum -4.677,7 sedangkan data input memiliki nilai
minimum senilai 8.492,93. Kedua distribusi (baik data input dan InvGauss)
memiliki nilai tengah (mean) yang sama sebesar 213.805,27. Standar
deviasi distribusi InvGauss senilai 319.423,15 dan standar deviasi data input senilai
318.177,09. Nilai standar deviasi distribusi data input lebih kecil dari
distribusi InvGauss, sehingga dapat disimpulkan penyebaran data distribusi
InvGauss lebih beragam dari distribusi data input.
Distribusi
data input memiliki derajat skewness dan kurtosis yang lebih
besar dari distribusi InvGauss. Nilai Skewness distribusi data input
5,23 dan skewness distribusi InvGauss sebesar 4,39. Menurut Lewis (2004: 54) jika sebuah distribusi
memiliki nilai skewness lebih besar dari satu, maka distribusi tersebut
tergolong pada distribusi yang memiliki nilai likelihood yang lebih
tinggi. Artinya meskipun kedua distribusi ini memiliki ekor memanjang ke kanan,
akan tetapi distribusi data input memiliki ekor ke kanan yang lebih panjang
dari pada distribusi InvGauss. Nilai skewness penting dalam perumusan
model ataupun pengukuran risiko (terutama risiko operasional) karena nilai skewness
memberikan informasi tingkat likelihood dari kondisi ekstrim sebuah distribusi (Lewis, 2004: 51).
Kurtosis merupakan sebuah tolak ukur bobot ekor sebuah ditribusi peluang
kejadian. Nilai kurtosis distribusi data input sebesar 46,99 dan kurtosis
distribusi InvGauss senilai 35,06. Kedua distribusi ini tergolong kepada
distribusi leptokurtic. Disebut sebagai distribusi leptokurtic karena
memiliki nilai kurtosis yang lebih besar dari tiga (Lewis, 2004: 55). Artinya, kedua distribusi ini memiliki bobot
ekor (weight tail) yang tinggi atau ekor peluang distribusi semakin jauh
dari titik tengah (mean). Nilai goodness of fit (chi square) distribusi
InvGauss sebesar 31,42 dengan nilai probabilitasnya sebesar 21%. Critical
value pada selang kepercayaan 99% senilai 45,64 dan pada selang kepercayaan
99,9% sebesar 54,05.
D.
Hasil penghitungan
Value at Risk (VaR)
Value at risk (VaR) Risiko operasional merupakan potensi
kerugian pada periode tertentu dengan tingkat keyakinan (convidence level)
tertentu dan dalam kondisi pasar yang normal. Nilai Value at Risk bisa
dapat digunakan sebagai ukuran biaya modal (capital charge) yang harus
dialokasikan oleh sebuah instansi untuk menutupi potensi kerugian akibat
kegiatan bisnisnya (Lewis, 2004: 109). Capital charge risiko operasional
merupakan kerugian tidak terduga (unexpected loss) yang mana merupakan
selisih kerugian terduga (Expected Loss) dengan Value at Risk
(VaR) aktivitas operasional pada selang kepercayaan tertentu.
Sebelum menghitung unexpected loss harian,
terlebih dahulu dibutuhkan identifiksi nilai expected loss dan Value
at Risk. Expected loss merupakan nilai dalam kurva distribusi
kerugian agregat yang besarnya senilai 0 sampai nilai tengah (mean)
distribusi agregat. Sedangkan unexpected loss nilainya berada didaerah
antara nilai tengah (mean) distribusi agregat sampai titik P99,9.
Nilai 99,9% merupakan nilai selang kepercayaan pada distribusi agregat.
Sehingga P99,9 ialah titik VaR dalam persentil yang dihitung pada
selang kepercayaan 99,9%. Hasil penghitungan Value at Risk harian Bank
Syariah X dituliskan pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Penghitungan Value at
Risk (VaR) Harian
Value at Risk P99,9
|
4,071,550,059.70
|
Expected Loss
|
213,805,267.80
|
Unexpected Loss
|
3,857,744,791.90
|
Pada tabel 4. dapat dilihat nilai Value at Risk
(VaR) P99,9 sebesar Rp 4.071.550.059,70 yang didapatkan dari
nilai maksimal pada distribusi kerugian agregat dengan selang kepercayaan
sebesar 99,9%. Nilai expected loss harian sebesar Rp 213.805.267,80 yang didapatkan dari nilai
tengah (mean) distribusi kerugian agregat. Sedangkan nilai unexpected
loss harian bank syarian X senilai Rp 3.857.744.791,90.
Setelah didapatkan nilai capital charge harian,
kini bisa dihitung capital charge tahunan. Capital charge atau unexpected
loss tahunan didapat dari hasil perkalian nilai masing-masing angka pada
tabel 4.6 dengan akar 365. Langkah ini dilakukan karena terdapat 365 hari dalam
satu tahun. Setelah melakukan penghitungan, akar 365 adalah 19,10. Hasil
penghitungan capital charge risiko operasional tahunan dan Value at
Risk (VaR) tahunan ditulisan pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Penghitungan Value at
Risk (VaR) Tahunan
Value at Risk P99.9
|
77,786,854,669.38
|
Expected Loss
|
4,084,743,905.89
|
Unexpected Loss
|
73,702,110,763.48
|
Tabel 5. diatas menerangkan nilai Value at Risk
tahunan pada selang kepercayaan 99,9% sebesar Rp 77.786.854.669,38 yang
merupakan hasil perkalian VaR harian dikaliakan 19,10. Sedangkan nilai expected
loss sebesar Rp 4.084.743.905,89 yang didapat dari hasil perkalian expected
loss harian dikalikan 19,10.
Sehingga nilai unexpected loss tahunan senilai Rp
73.702.110.763,48 didapatkan dari hasil pengurangan VaR tahunan dikurangi expected
loss tahunan. Dengan demikian, bank syariah X harus menyediakan cadangan
modal senilai Rp 73,7 milliar sebagai capital charge untuk
mengantisipasi potensi terjadi kerugian akibat risiko operasional.
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, dapat diperoleh
kesimpulan bahwasanya bank syariah X memiliki potensi kerugian akibat risiko
operasional di tahun mendatang senilai Rp 73.702.110.763,48. Sehingga
mengharuskan bank tersebut untuk mencadangkan modal senilai Rp 73,7 milliar
atau senilai dengan 0,28% dari total modalnya pada tahun 2011 dan 0,25% dari
modalnya pada tahun 2012.
Penghitungan potensi kerugian agregat menggunakan
pendekatan Loss Distribution Aggregate masih memiliki kekurangan,
mengingat metode ini belum menghitung potensi kerugian dengan frekuensi
kejadian rendah tetapi berdampak signifikan terhadap berjalannya bisnis yang
dilakukan perusahaan. Sehingga diperlukan penghitungan menggunakan metode lain
untuk melengkapi kekurangan metode Loss Distribution Aggregate.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia, 2013. Home: Publikasi: Laporan
Keuangan Publikasi Bank. [Online] Available at: http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Statistik
/Default_Unit_Usaha_Syariah_ [Accessed 16 Juli 2013].
Basel Committe on Banking Supervision, 2006. International
Convergence of Capital Meausurement and Capital Standard: A Revised Framework
Comprehensive Version, Basel: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2006. International
Convergence of Capital Measurement and Capital Standards, Basle: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2010. Basel
III: A Global Regulatory Framework for More Resilent Banks and Banking System, Basel:
BCBS.
Djohanputro, B., 2006. Manajemen Risiko Korporat
Terintegrasi. Jakarta: PPM.
Drennan, L. T., 2004. Ethichs, Governance and Risk
Management: Lessons From Mirror Group Newspapers and Barings Bank. Journal
of Business Ethics, 52, No. 3(July 2004), pp. 257-266.
Frachot, A., Georges & Roncalli, 2001. Loss
Distribution Approach for Operational Risk, Paris: Groupe de Recherche
Operationnelle, Credit Lyannais.
Jorion, P., 2002. Value at Risk: The New Banchmarki
for Managing Financial Risk. Singapore: Mc Graw-Hill Education (Asia).
Lewis, N. D. C., 2004. Operational risk with Excel
and VBA: applied statistical methods for Risk Management. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc..
Muslich, M., 2007. Manajemen Risiko Operasional:
Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.
Navarrete, E., 2006. Practical Calculation of
Expected and Unexpected Losses in Operational Risk by Simulation Methods, s.l.:
Scalar Consulting.
Pardi, I., 2006. Pengukuran Kecukupan Dana Jaminan
Transaksi Bursa Di Pasar Modal Indonesia Dengan Metode Stress Testing, Tesis
Pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Shelfina, C., sih, N. S., Ginting, A. & Arisandi,
F., 2010. Ethica of Accounting "Barings Bank: Rogue Trader". [Online]
Available at: http://www.scribd.com/doc/39000757/Barings-Bank-Case
[Accessed 5 April 2013].
Shevchenko, P. V., 2008. Estimation of Operational Risk
Capital Charge Under Parameter Uncertainty. The Journal of Operational Risk
3, 1(2), pp. 51-63.
Wahyudi, I. et al., 2013. Manajemen Risiko Bank
Islam. I ed. Jakarta: Salemba Empat.
Walpole, R. E., 1993. Pengnar Statistik penerj.
Bamabang Sumantri. 3 ed. Jakarta: PT Gramedia.
Wealth Indonesia, n.d. Investasi: Kasus Penipuan
Capital Market: Bangkrutnya Enron Corp.. [Online] Available at: http://www.wealthindonesia.com/
kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-enron-corp.html [Accessed 5 April
2013]. Pendahuluan
Pada dasarnya, risiko adalah sebuah
ketidakpastian di masa mendatang yang bisa mendatangkan kerugian. Oleh
karenanya, dalam operasional sehari-hari, perusahaan dihadapkan pada berbagai
macam risiko. Djohanputro (2006: 35) menyebutkan ada empat risiko yang dihadapi
oleh sebuah perusahaan yang beroperasi, yaitu risiko keuangan, risiko
operasional, risiko strategis, dan risiko eksternalitas.
Risiko operasional merupakan sebuah
potensi penyimpangan shareholder
perusahaan dari hasil dan rencana yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu
sistem kerja, SDM, teknologi, maupun faktor lain yang bisa mempengaruh kinerja
perusahaan. Tata cara
pengelolaan risiko operasional diatur dalam Basel Accord II tahun 2004. Kesalahan
mitigasi risiko operasional dapat menyebabkan kerugian ataupun kebangkrutan sebuah lembaga bisnis. Diantara lembaga keuangan raksasa yang
dinyatakan bangkrut karena risiko operasional ialah Barings Bank dan Enron
Corp.
Barings Bank merupakan salah satu bank tertua di Inggris
pada tahun 1995. Kebangkrutan Barings Bank dilatari oleh kecerobohan Nick
Lesson, kepala unit investasi Barings Bank di Singapura. Dia melakukan kontrak
derivatif tanpa hedging pada pasar future singapura. Lesson
memberikan kontribusi keuntungan fantastis bagi Barings Bank secara
keseluruhan. Dari hasil transaksinya, unit yang dipimpin Lesson menyumbangkan
keuntungan sebesar 8,83 juta poundsterling dan pada tujuh bulan pertama
mencatatkan laba 19,6 juta poundsterling atau sepertiga dari total keuntungan
perusahaan Barings Bank diseluruh dunia
(Shelfina, et al., 2010: 3). Sehingga Lesson mencatatkan bonus personal sebesar
115.000 poundsterling pada tahun 1993 dan 450.000 poundsterling pada tahun 1994
(Stein (2000) dalam Drennan, 2004: 260).
Lesson adalah menciptakan akun 88888 untuk memanipulasi
kerugian pada laporan keuangan Barings Bank akibat transaksi di pasar future.
Ia leluasa melakukan manipulasi data keuangan karena memegang kendali atas
operasional back office dan front office Barings bank di
Singapura. Kerugian yang disembunyikan
dalam rekening tersebut antara lain berjumlah £2 juta di tahun 1992, £23 juta
di tahun 1993, £208 juta di akhir tahun1994 dan £827 juta pada tanggal 27
Februari 1995 setelah Barings Bank dalam pengawasan kurator (Shelfina, et al.,
2010: 3).
Kasus lain yang menjadi contoh pentingnya mitigasi risiko
operasional adalah kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Enron
Corporation. Enron memanipulasi laporan keuangan karena besarnya hutang yang
dimiliki perusahaan untuk pengadaan infastruktur bisnis energi yang dijalankan.
Pihak manajemen takut jika lonjakan hutang perusahaan dilaporkan kepada
pemegang saham, maka akan menurunkan nilai saham di pasar modal. Namun, pada
bulan Juli 2001 nilai saham Enron mengalami lonjakan penurunan dari 80 dollar
menjadi 47 dollar Amerika.
Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar
$US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS.
Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir,
Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan
ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan
harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen (Wealth
Indonesia, n.d.).
Oleh karenanya, ketepatan pengukuran dan pengelolaan risiko
operasional menjadi sangat penting bagi lembaga bisnis, terutama lembaga
keuangan. Basel II menetapkan tiga metode standar pengukuran risiko. Metode
tersebut adalah Basic Indicator Approach (BIA), Standard Approach
(SA), dan Alternative Standard Approach (ASA). Selain itu, Basel II
juga merekomendasikan Advance Meausu-rement
Approach (AMA). Metode AMA merupakan metode yang disesuaikan dengan
kebijakan internal lembaga keuangan dan harus mendapat persetujuan dari bank
sentral terkait dengan penyediaan modal untuk menyerap risiko operasional. Saat
ini setidaknya ada tiga metode yang tergolong dalam pendekatan pengukuran advance.
Metode itu ialah Loss Distribution Approach (LDA), Scenario Based Approach,
dan pendekatan Exteme Value Theory (EVT).
Pada penelitian ini akan diukur risiko operasional akibat
kehilangan uang pada bank syariah X. Bank syariah X merupakan unit usaha
syariah yang dimiliki oleh salah satu bank umum swasta nasional di Indonesia.
Sekilas informasi tentang unit usaha syariah (UUS) Bank X dan Bank X disajikan
dalam tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan Jumlah Asset, DPK, dan Pembiayaan
UUS Bank X dan Bank X
|
2011
|
2012
|
2013 (Maret)
|
UUS Bank X
|
|||
Asset
|
1,36 T
|
2,03 T
|
2,43 T
|
DPK
|
670,9 M
|
1,3 T
|
1,26 T
|
Pembiayaan
|
998,3 M
|
1,54 T
|
1,76 T
|
Bank X
|
|||
Asset
|
127,1 T
|
130,4 T
|
126,2 T
|
DPK non
syariah
|
87,9 T
|
90,3 T
|
86,9 T
|
Kredit non
syariah
|
86,7 T
|
91,53 T
|
90,1 T
|
Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah
Pada tahun 2011, asset UUS bank X
memiliki asset senilai 1,36 T rupiah atau sekitar 1,07% dari asset yang
dimiliki oleh bank induknya yang mana pada tahun 2011 Bank X memiliki asset
senilai 127,1 T rupiah. Dibandingkan tahun 2011, pada tahun 2012 UUS Bank X
mencatatkan pertumbuh asset sebesar 49,26% menjadi 2,03 T rupiah. Asset UUS
Bank X terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 2,43 T rupiah pada bulan
Maret 2013 atau sekitar 1,92% dari asset Bank X yang senilai 126,2 T rupiah.
Hal ini menandakan adanya pertumbuhan yang signifikan pada asset UUS Bank X.
Pertumbuhan Asset UUS Bank X diikuti dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK)
dan pembiayaan. meskipun pada Maret 2013 DPK UUS Bank X mengalami penurunan
dari tahun 2012.
Penilitian terdahulu tentang manajemen risiko operasional bank
syariah tergolong masih sedikit. Sementara penelitian terdahulu yang mendasari
penulisan ini diantaranya Pardi (2006), Shevchenko (2008), dan Navarrete
(2006). Pardi (2006)
melakukan pengukuran kecukupan dana jaminan transaksi bursa di pasar modal Indonesia
dengan metode stress testing. Stress testing digunakan dengan dua
alternatif yaitu stress testing yang hanya didasarkan pada pola dan
parameter distribusi periode ekstrim dan stress testing yang ditentukan
dengan melakukan stress testing pada factor-faktor pendorong risiko yang
didasarkan pada pola dan parameter distribusi ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan
alternatif pertama lebih moderat dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan
Transaksi Bursa sebesar 405 miliar rupiah. Sedangkan alternatif kedua lebih
konservatif dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan Transaksi Bursa
sebesar 1,487 triliun rupiah.
Shevchenko (2008) mengestimasi capital charge risiko
operasional berdasarkan parameter kerugian tidak terduga (unexpected loss).
Penelitian ini menunjukkan bagaimana parameter kerugian tidak terduga dapat
diperhitungkan dengan sebuah kerangka Bayasean yang juga memungkinkan untuk
menggabungkan pendapat ahli dan data eksternal ke dalam prosedur estimasi.
Metode yang digunakan adalah Loss Distribution Approach (LDA). Hasil
penelitian menyebutkan hasil estimasi metode dengan quantil 0,999 (99,9%)
sangat akurat dan signifikan sehingga mengharuskan sebuah instansi untuk
menyediakan modal dalam menyerap kerugian akibat risiko operasional pada taraf
tingkat kepercayaan 99,9%. Hasil penelitian ini menguatkan peraturan yang
ditetapkan Basel II. Basel II menuntut bank untuk mengukur risiko pada tingkat
kepercayaan 95%, 99%, dan 99,9%.
Penelitin serupa juga dilakukan oleh Navarrete (2006) yang
mensimulasi penghitungan kerugian tidak terduga (unexpected loss) dan
kerugian yang terduga (expected loss) yang diakibatkan risiko
operasional kartu kredit. Penghitungan dilakukan dengan tiga langkah
penelitian. Hasil penelitian menunjukkan ekspektasi kerugian sebesar $ 5.944,36
setiap bulan. Sedangkan unexpected loss pada tingkat kepercayaan 95%, 99%, dan
99,9% secara berturut sebesar USD 4.602,54, USD 7.199,37 dan 10.881,97.
Sehingga pada masing-masing selang kepercayaan tersebut bank harus menyediakan
modal sebesar nilai unexpected loss untuk menyerap risiko operasional
kartu kredit.
Tujuan
Penelitian
Penelitian ini ditujukan mengukur potensi kerugian risiko
operasional Bank Syariah X menggunakan data kehilangan pada tingkat kepercayaan
99,9 persen sesuai dengan ketentuan Basel II. Penelitian ini juga ditujukan
menghitung modal yang harus disediakan oleh Bank Syariah X untuk menyerap
kerugian yang timbul akibat risiko operasional kehilangan uang.
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan untuk menghitung risiko operasional pada karya tulis ini adalah Loss
Distribution Aggregate (LDA). Menurut Navarrete (2006), langkah-langkah dalam estimasi modal
minimal yang harus disediakan bank untuk menyerap risiko operasional yaitu (i) mengidentifikasi distribusi frekuensi dan distribusi
severity data, (ii) kedua distribusi tersebut kemudian digabungkan dalam sebuah
distribusi kerugian agregat menggunakan simulasi Monte Carlo, dan (iii) menghitung
Value at Risk (VaR) risiko operasional dengan persentil dari distribusi
kerugian agregat.
Pada penelitian ini, selang kepercayaan yang akan
digunakan adalah pada level 99,9% dimana peneliti ingin meminimalkan kerugian
yang diakibatkan risiko operasional. Selang kepercayaan diartikan sebagai sebuah
konsep statistika yang digunakan untuk mengukur kemungkinan suatu bank
terhindar dari kebangkrutan ataupun kegagalan dalam seuatu sektor bisnisnya. Software
@Risk® digunakan untuk membantu peneliti dalam simulasi dan penyesuaian (fitting)
distribusi data input. Sedangkan penghitungan capital charge menggunakan
Ms. Excel 2010.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Identifikasi dan simulasi
distribusi frekuensi
Hasil identifikasi dan
penyesuaian (fitting) distribusi frekuensi data input menunjukkan
distribusi data tergolong pada dalam distribusi Poisson. Hal ini dapat dilihat
pada gambar 1. Distribusi
poisson menurut Walpole (1993: 173) merupakan
distribusi yang menggambarkan distribusi peluang bilangan X yang menyatakan
banyaknya hasil percobaan dalam suatu percobaan poisson. Nilai peluang
distribusi Poisson hanya bergantung pada nilai tengahnya (μ), yaitu rata-rata
banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama selang waktu atau daerah yang
diberikan.
Gambar 1. Hasil
Fitting Distribusi Frekuensi
Lebih lanjut, hasil penyesuain menunjukkan nilai mean distribusi Poisson sebesar 1,95 dan
nilai standar deviasinya sebesar 1,40. Nilai skewness distribusi Poisson
sebesar 0,72 yang berarti distribusi ini
memiliki distribusi data yang condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang ke
kanan. Menurut Lewis (2004: 51) analisa nilai
skewness sangat penting bagi sebuah distribusi operasional karena
mencerminkan tingkat kejadian yang ekstrem pada sebuah distribusi data. Nilai skewness
yang kurang dari dari satu menandakan distribusi ini tidak memiliki likelihood
data ekstrim yang besar. Nilai skewness positif juga mengindikasikan banyaknya
data positif dalam sebuah distribusi. Sehingga, pada distribusi data ini, nilai
positifnya lebih banyak dari nilai negatifnya.
Nilai
kurtosis sebuah distribusi mencerminkan bobot ekor yang dimiliki oleh
distribusi tersebut. Nilai kurtosis distribusi Poisson sebesar 3,51,
menandakan distribusi data Poisson memiliki bentuk leptokurtic.
Distribusi leptokurtic merupakan distribusi yang memiliki nilai kurtosis
lebih dari tiga (Lewis, 2004: 55).
Artinya, distribusi Poisson ini memiliki bobot ekor (weight tail) yang
tinggi dan bisa dikatan ekor distribusi semakin jauh dari nilai tengah (mean).
Uji statistik Goodness of Fit (GoF) distribusi Poisson sebesar 98,69
yang ditandai dengan nilai chi-square. Sedangkan, nilai critical
value distribusi Poisson pada selang kepercayaan 99,9% sebesar 18,47 dan
pada selang kepercayaan 99% sebesar 13,28.
Sementara
itu, tujuan dilakukannya simulasi distribusi frekuensi kejadian adalah
mendapatkan angka yang tepat sebagai angka acuan jumlah simulasi yang
dibutuhkan distribusi severitas. Fitting distribusi akan menghasilkan
DNA data kejadian yang kemudian akan disimulasikan menggunakan software @Risk®.
Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali. Hasil simulasi data kejadian
dikumpulkan dalam sebuah tabel akumulasi data untuk mendapatkan jumlah total
akumulasi. Jumlah total akumulasi ini yang nantinya akan digunakan untuk
mensimulasikan data kerugian severitas. Hasil simulasi data kejadian dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel
2. Hasil Simulasi Distribusi Frekuensi Kejadian
Kejadian Per Hari
|
Jumlah Hari
|
Akumulasi
|
0
|
143
|
0
|
1
|
277
|
277
|
2
|
270
|
540
|
3
|
177
|
531
|
4
|
85
|
340
|
5
|
34
|
170
|
6
|
10
|
60
|
7
|
3
|
21
|
8
|
1
|
8
|
Jumlah
|
1000
|
1947
|
Tabel
2 menunjukkan hasil simulasi distribusi frekuensi kejadian kerugian operasional
per hari. Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali dengan nilai maksimal kejadian
dalam satu hari sebanyak delapan kali kejadian. Jumlah hari tanpa adanya
kejadian yang merugikan sebanyak 143 hari. Sementara jumlah hari yang dalam
satu hari ada satu kejadian sebanyak 277 hari. Delapan kali (nilai maksimum)
kejadian yang merugikan hanya pernah terjadi sekali dalam sehari. Jadi, hasil
simulasi distribusi frekuensi menunjukkan ada 1.947 kejadian secara akumulasi
selama 1.000 hari. Sehingga jumlah jumlah simulasi yang dibutuhkan untuk
mensimulasikan distribusi severitas sebanyak 1.947.
B.
Identifikasi dan
simulasi distribusi severitas
Distribusi severitas kerugian merupakan distribusi
yang menggambarkan pola penyebaran data kerugian dalam kurun waktu tertentu.
Distribusi severitas juga memiliki sifat yang kontinu. Distribusi severitas
juga bisa menjelaskan pola data yang berbentuk pecahan. Bentuk dari distribusi
severitas yang biasa ditemuakan antara lain distribusi beta, distribusi
eksponensial, distribusi lognormal, distribusi Gamma, distribusi Pareto,
distribusi Earlang, dan distribusi Rayleigh
(Muslich, 2007: 68).
Pemodelan Value at Risk (VaR) kerugian
operasional dengan pendekatan Advanced Measurement Approach (AMA)
menuntut ketepatan dalam menentukan jenis distribusi severitas kerugian
operasional selain juga distribusi frekuensi. Menurut Muslich (2007: 67),
ketepatan menuntukan karakteristik distribusi severitas menentukan ketepatan
dalam menetukan parameter distribusi data. Sehingga pemodelan pengukuran risiko
menjadi lebih tepat dan akurat. Testing karakteristik distribusi
severitas kerugian operasional dapat menggunakan pendekatan tes Chi-Square,
Kolmogorov Smirnov (KS), atau Anderson Darling.
Identifikasi distribusi severitas kerugian dilakukan
dengan cara memblok data kerugian operasional pada periode penelitian, kemudian dilakukan fitting distribusi
menggunakan software @Risk®. Hasil fitting menunjukkan distribusi data
kerugian memiliki karakteristik jenis distribusi lognormal. Hasil fitting
distribusi severitas ditampilkan dalam gambar 2. Pada penelitian ini,
pendekatan Goodnes of Fit yang digunakan adalah uji statistik chi-square.
Gambar
2. Hasil Fitting Distribusi Severitas
Nilai maksimum data input senilai 865.826,02. Nilai
minimum data input senilai 8.663,91 dan nilai minimum distribusi lognormal
sebesar 7.839,47. Nilai rata-rata (mean) data input sebesar 84.781,68,
sedangkan standar deviasi data input senilai 133.953,24. Nilai standar deviasi yang besar mengindikasikan
data input memiliki penyebaran data yang beragam. Derajat skewness data
input senilai 4,55, menandakan distribusi data input memiliki likelihood
atas kejadian ekstrim yang tinggi karena memliki derajat skewness yang
lebih besar dari satu. Nilai ini juga menandakan pola distribusi data input
cenderung condong ke kiri dengan ekor memanjang ke kanan. Nilai kurtosis
distribusi input 28,13, menandakan distribusi ini memiliki bobot ekor peluang
distribusi yang semakin jauh dari nilai tengah distribusi data. Nilai kurtosis
yang lebih dari tiga menjadikan distribusi data input tergolong dalam
distribusi leptokurtic.
Hasil fitting distribusi severitas menyebutkan
distribusi logaritma normal (lognormal) sebagai distribusi yang paling cocok
dengan jenis distribusi data input. Menurut informasi pada tabel 4.4 , nilai mean
distribusi lognormal sebesar 95.473,49. Nilai maksimal distribusi lognormal infinity
(∞) dan nilai minimalnya 7.839,47. Standar deviasi distribusi lognormal senilai
230.437,73 mengindikasikan data pada distribusi ini tersebar secara beragam dan
ragam penyebrannya lebih tinggi dari distribusi data input.
Distribusi lognormal memiliki derajat skewness 26,07
yang berarti distribusi ini berpola condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang
ke kanan serta memiliki kemungkinan terjadinya (likelihood) kejadian
ekstrim yang tinggi. nilai kurtosis-nya 5.100,16 menjadikan distribusi
lognormal tergolong dalam distribusi leptokurtic. Nilai kurtosis
tersebut juga mengindikasikan distribusi lognormal memiliki bobot ekor yang
jauh dari nilai tengahnya. Chi-square distribusi lognormal sebesar 3,33
dengan nilai robabilitas 85%. Hal ini mengindikasikan nilai goodness of fit
yang baik. Distribusi lognormal memiliki critical value pada selang
kepercayaan 99% senilai 18,48 dan critical value pada selang kepercayaan
24,32.
Simulasi distribusi severitas dilakukan untuk
mengetahui ekspektasi nominal kerugian perusahaan dimasa mendatang. Simulasi
disusun berdasarkan data distribusi frekuensi dan data distribusi severitas.
Penelitian ini hanya menggabungkan probabilita terjadinya kegagalan sistem per
bulan dengan pendekatan distribusi Poisson dan besarnya kerugian severitas
risiko operasional dengan pendekatan distribusi Log Normal dengan iterasi
sebanyak 1.947. Angka 1.947 didapat dari akumulasi frekuensi kejadian setelah
mensimulasikan distribusi frekuensi (lihat tabel 3).
Hasil simulasi distribusi severitas kehilangan
menunjukkan nilai maksimal hasil simulasi sebesar 4.017.517,07 dan nilai minimal senilai 7.877,37. Hasil
simulasi distribusi severitas kehilangan kemudian akan digabungkan dengan
distribusi frekuensi kejadian untuk mendapatkan distribusi kerugian agregat
kehilangan.
Tabel 3. Hasil Simulasi Distribusi Severitas
Iterasi ke
|
Nilai Rp 000
|
1
|
131,158.62
|
2
|
166,916.42
|
3
|
38,600.48
|
4
|
25,483.08
|
5
|
18,932.06
|
6
|
15,548.56
|
…
|
…
|
1000
|
150,688.96
|
…
|
…
|
1947
|
19,341.37
|
C.
Identifikasi
distribusi kerugian agregat
Distribusi kerugian agregat merupakan gabungan dari
distribusi frekuensi kejadian dan distribusi severitas kehilangan. Pendekatan
distribusi kerugian agregat membantu pihak bank atasu sebuah instansi untuk
mengestimasi risiko sebuah bisnis yang dilakukan instansi, menghitung
probabilitas nominal kerugian (severitas) dalam satu tahun, serta mengestimasi
frekuensi kejadian merugikan selama satu tahun
(Frachot, et al., 2001: 2).
Penggabungan distribusi frekuensi dan distribusi
severitas dilakukan dengan memasukkan nilai hasil simulasi distribusi severitas
kedalam tabel yang jumlah kolom dan cell nya sesuai dengan hasil simulasi
distribusi frekuensi. Data gabungan hasil simulasi distribusi severitas dan
hasil simulasi distribusi frekuensi kemudian diidentifikasi pola distribusinya
menggunakan software @Risk. Fitting distribusi juga dilakukan untuk
melihat persentil data 0,1%. Pola distribusi data gabungan hasil fitting
distribusi dilihat pada gambar 3. Pola distribusi data hasil fitting
pada gambar 3 menunjukkan sebuah distribusi yang memiliki ekor panjang ke
kanan. Dari gambar pula dapat diketahui jenis distribusi data adalah distribusi
InvGauss.
Gambar 4.6. Hasil Fitting Distribusi Kerugian
Agregat
Distribusi
data input memiliki nilai maksimum sebesar 4.071.550,06 sedangkan niiai
maksimum distribusi InvGauss tidak terhingga (infinity). Distribusi
InvGauss memiliki nilai minimum -4.677,7 sedangkan data input memiliki nilai
minimum senilai 8.492,93. Kedua distribusi (baik data input dan InvGauss)
memiliki nilai tengah (mean) yang sama sebesar 213.805,27. Standar
deviasi distribusi InvGauss senilai 319.423,15 dan standar deviasi data input senilai
318.177,09. Nilai standar deviasi distribusi data input lebih kecil dari
distribusi InvGauss, sehingga dapat disimpulkan penyebaran data distribusi
InvGauss lebih beragam dari distribusi data input.
Distribusi
data input memiliki derajat skewness dan kurtosis yang lebih
besar dari distribusi InvGauss. Nilai Skewness distribusi data input
5,23 dan skewness distribusi InvGauss sebesar 4,39. Menurut Lewis (2004: 54) jika sebuah distribusi
memiliki nilai skewness lebih besar dari satu, maka distribusi tersebut
tergolong pada distribusi yang memiliki nilai likelihood yang lebih
tinggi. Artinya meskipun kedua distribusi ini memiliki ekor memanjang ke kanan,
akan tetapi distribusi data input memiliki ekor ke kanan yang lebih panjang
dari pada distribusi InvGauss. Nilai skewness penting dalam perumusan
model ataupun pengukuran risiko (terutama risiko operasional) karena nilai skewness
memberikan informasi tingkat likelihood dari kondisi ekstrim sebuah distribusi (Lewis, 2004: 51).
Kurtosis merupakan sebuah tolak ukur bobot ekor sebuah ditribusi peluang
kejadian. Nilai kurtosis distribusi data input sebesar 46,99 dan kurtosis
distribusi InvGauss senilai 35,06. Kedua distribusi ini tergolong kepada
distribusi leptokurtic. Disebut sebagai distribusi leptokurtic karena
memiliki nilai kurtosis yang lebih besar dari tiga (Lewis, 2004: 55). Artinya, kedua distribusi ini memiliki bobot
ekor (weight tail) yang tinggi atau ekor peluang distribusi semakin jauh
dari titik tengah (mean). Nilai goodness of fit (chi square) distribusi
InvGauss sebesar 31,42 dengan nilai probabilitasnya sebesar 21%. Critical
value pada selang kepercayaan 99% senilai 45,64 dan pada selang kepercayaan
99,9% sebesar 54,05.
D.
Hasil penghitungan
Value at Risk (VaR)
Value at risk (VaR) Risiko operasional merupakan potensi
kerugian pada periode tertentu dengan tingkat keyakinan (convidence level)
tertentu dan dalam kondisi pasar yang normal. Nilai Value at Risk bisa
dapat digunakan sebagai ukuran biaya modal (capital charge) yang harus
dialokasikan oleh sebuah instansi untuk menutupi potensi kerugian akibat
kegiatan bisnisnya (Lewis, 2004: 109). Capital charge risiko operasional
merupakan kerugian tidak terduga (unexpected loss) yang mana merupakan
selisih kerugian terduga (Expected Loss) dengan Value at Risk
(VaR) aktivitas operasional pada selang kepercayaan tertentu.
Sebelum menghitung unexpected loss harian,
terlebih dahulu dibutuhkan identifiksi nilai expected loss dan Value
at Risk. Expected loss merupakan nilai dalam kurva distribusi
kerugian agregat yang besarnya senilai 0 sampai nilai tengah (mean)
distribusi agregat. Sedangkan unexpected loss nilainya berada didaerah
antara nilai tengah (mean) distribusi agregat sampai titik P99,9.
Nilai 99,9% merupakan nilai selang kepercayaan pada distribusi agregat.
Sehingga P99,9 ialah titik VaR dalam persentil yang dihitung pada
selang kepercayaan 99,9%. Hasil penghitungan Value at Risk harian Bank
Syariah X dituliskan pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Penghitungan Value at
Risk (VaR) Harian
Value at Risk P99,9
|
4,071,550,059.70
|
Expected Loss
|
213,805,267.80
|
Unexpected Loss
|
3,857,744,791.90
|
Pada tabel 4. dapat dilihat nilai Value at Risk
(VaR) P99,9 sebesar Rp 4.071.550.059,70 yang didapatkan dari
nilai maksimal pada distribusi kerugian agregat dengan selang kepercayaan
sebesar 99,9%. Nilai expected loss harian sebesar Rp 213.805.267,80 yang didapatkan dari nilai
tengah (mean) distribusi kerugian agregat. Sedangkan nilai unexpected
loss harian bank syarian X senilai Rp 3.857.744.791,90.
Setelah didapatkan nilai capital charge harian,
kini bisa dihitung capital charge tahunan. Capital charge atau unexpected
loss tahunan didapat dari hasil perkalian nilai masing-masing angka pada
tabel 4.6 dengan akar 365. Langkah ini dilakukan karena terdapat 365 hari dalam
satu tahun. Setelah melakukan penghitungan, akar 365 adalah 19,10. Hasil
penghitungan capital charge risiko operasional tahunan dan Value at
Risk (VaR) tahunan ditulisan pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Penghitungan Value at
Risk (VaR) Tahunan
Value at Risk P99.9
|
77,786,854,669.38
|
Expected Loss
|
4,084,743,905.89
|
Unexpected Loss
|
73,702,110,763.48
|
Tabel 5. diatas menerangkan nilai Value at Risk
tahunan pada selang kepercayaan 99,9% sebesar Rp 77.786.854.669,38 yang
merupakan hasil perkalian VaR harian dikaliakan 19,10. Sedangkan nilai expected
loss sebesar Rp 4.084.743.905,89 yang didapat dari hasil perkalian expected
loss harian dikalikan 19,10.
Sehingga nilai unexpected loss tahunan senilai Rp
73.702.110.763,48 didapatkan dari hasil pengurangan VaR tahunan dikurangi expected
loss tahunan. Dengan demikian, bank syariah X harus menyediakan cadangan
modal senilai Rp 73,7 milliar sebagai capital charge untuk
mengantisipasi potensi terjadi kerugian akibat risiko operasional.
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, dapat diperoleh
kesimpulan bahwasanya bank syariah X memiliki potensi kerugian akibat risiko
operasional di tahun mendatang senilai Rp 73.702.110.763,48. Sehingga
mengharuskan bank tersebut untuk mencadangkan modal senilai Rp 73,7 milliar
atau senilai dengan 0,28% dari total modalnya pada tahun 2011 dan 0,25% dari
modalnya pada tahun 2012.
Penghitungan potensi kerugian agregat menggunakan
pendekatan Loss Distribution Aggregate masih memiliki kekurangan,
mengingat metode ini belum menghitung potensi kerugian dengan frekuensi
kejadian rendah tetapi berdampak signifikan terhadap berjalannya bisnis yang
dilakukan perusahaan. Sehingga diperlukan penghitungan menggunakan metode lain
untuk melengkapi kekurangan metode Loss Distribution Aggregate.
Daftar Pustaka
Bank Indonesia, 2013. Home: Publikasi: Laporan
Keuangan Publikasi Bank. [Online] Available at: http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Statistik
/Default_Unit_Usaha_Syariah_ [Accessed 16 Juli 2013].
Basel Committe on Banking Supervision, 2006. International
Convergence of Capital Meausurement and Capital Standard: A Revised Framework
Comprehensive Version, Basel: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2006. International
Convergence of Capital Measurement and Capital Standards, Basle: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2010. Basel
III: A Global Regulatory Framework for More Resilent Banks and Banking System, Basel:
BCBS.
Djohanputro, B., 2006. Manajemen Risiko Korporat
Terintegrasi. Jakarta: PPM.
Drennan, L. T., 2004. Ethichs, Governance and Risk
Management: Lessons From Mirror Group Newspapers and Barings Bank. Journal
of Business Ethics, 52, No. 3(July 2004), pp. 257-266.
Frachot, A., Georges & Roncalli, 2001. Loss
Distribution Approach for Operational Risk, Paris: Groupe de Recherche
Operationnelle, Credit Lyannais.
Jorion, P., 2002. Value at Risk: The New Banchmarki
for Managing Financial Risk. Singapore: Mc Graw-Hill Education (Asia).
Lewis, N. D. C., 2004. Operational risk with Excel
and VBA: applied statistical methods for Risk Management. New Jersey: John
Wiley & Sons, Inc..
Muslich, M., 2007. Manajemen Risiko Operasional:
Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.
Navarrete, E., 2006. Practical Calculation of
Expected and Unexpected Losses in Operational Risk by Simulation Methods, s.l.:
Scalar Consulting.
Pardi, I., 2006. Pengukuran Kecukupan Dana Jaminan
Transaksi Bursa Di Pasar Modal Indonesia Dengan Metode Stress Testing, Tesis
Pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Shelfina, C., sih, N. S., Ginting, A. & Arisandi,
F., 2010. Ethica of Accounting "Barings Bank: Rogue Trader". [Online]
Available at: http://www.scribd.com/doc/39000757/Barings-Bank-Case
[Accessed 5 April 2013].
Shevchenko, P. V., 2008. Estimation of Operational Risk
Capital Charge Under Parameter Uncertainty. The Journal of Operational Risk
3, 1(2), pp. 51-63.
Wahyudi, I. et al., 2013. Manajemen Risiko Bank
Islam. I ed. Jakarta: Salemba Empat.
Walpole, R. E., 1993. Pengnar Statistik penerj.
Bamabang Sumantri. 3 ed. Jakarta: PT Gramedia.
Wealth Indonesia, n.d. Investasi: Kasus Penipuan
Capital Market: Bangkrutnya Enron Corp.. [Online] Available at: http://www.wealthindonesia.com/
kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-enron-corp.html [Accessed 5 April
2013].
0 komentar:
Posting Komentar