Headline

IMAGE-1 IMAGE-2 IMAGE-3 IMAGE-4 IMAGE-5 IMAGE-5

Selasa, 22 Oktober 2013

Pengukuran Risiko Operasional Bank Syariah Melalui Pendekatan Simulasi Loss Distribution Aggregate Method (Studi Kasus Risiko Kehilangan Uang Bank Syariah X)

Abstract
Operational risk is one of the types of risks that must be taken care of by a business institution. Mismanagement of Operational risk can cause a loss of business institution. Barings bank is a financial institution that went bankrupt due to mismanagement of operational risk. Islamic bank is also not free from the threat of operational risk, as well as other business institutions.
This paper examines the mechanism of calculating operational risk in Islamic Bank X using Loss Distribution Aggregate (LDA) approach. Data used in this paper is the data loss money in Islamic Bank X in the period January 2008 to December 2011. Value at Risk (VaR) at the 99,9% confidence level used to calculate unexpected loss. Research result mentioned Islamic Bank X must provide funds IDR 73.702.110.763,48 as a capital charge to cover possible losses arising from operational risk in the coming periode.


Keywords: Loss Distribution Aggregate (LDA), Risiko Operasional, Value at Risk (VaR),

Rizal Razib Abdillah
NIM S.0913.042
rizalrazib@gmail.com


Pendahuluan
Pada dasarnya, risiko adalah sebuah ketidakpastian di masa mendatang yang bisa mendatangkan kerugian. Oleh karenanya, dalam operasional sehari-hari, perusahaan dihadapkan pada berbagai macam risiko. Djohanputro (2006: 35) menyebutkan ada empat risiko yang dihadapi oleh sebuah perusahaan yang beroperasi, yaitu risiko keuangan, risiko operasional, risiko strategis, dan risiko eksternalitas.
Risiko operasional merupakan sebuah potensi penyimpangan shareholder perusahaan dari hasil dan rencana yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem kerja, SDM, teknologi, maupun faktor lain yang bisa mempengaruh kinerja perusahaan. Tata cara pengelolaan risiko operasional diatur dalam Basel Accord II tahun 2004. Kesalahan mitigasi risiko operasional dapat menyebabkan kerugian ataupun kebangkrutan sebuah lembaga bisnis. Diantara lembaga keuangan raksasa yang dinyatakan bangkrut karena risiko operasional ialah Barings Bank dan Enron Corp.
Barings Bank merupakan salah satu bank tertua di Inggris pada tahun 1995. Kebangkrutan Barings Bank dilatari oleh kecerobohan Nick Lesson, kepala unit investasi Barings Bank di Singapura. Dia melakukan kontrak derivatif tanpa hedging pada pasar future singapura. Lesson memberikan kontribusi keuntungan fantastis bagi Barings Bank secara keseluruhan. Dari hasil transaksinya, unit yang dipimpin Lesson menyumbangkan keuntungan sebesar 8,83 juta poundsterling dan pada tujuh bulan pertama mencatatkan laba 19,6 juta poundsterling atau sepertiga dari total keuntungan perusahaan Barings Bank  diseluruh dunia (Shelfina, et al., 2010: 3). Sehingga Lesson mencatatkan bonus personal sebesar 115.000 poundsterling pada tahun 1993 dan 450.000 poundsterling pada tahun 1994 (Stein (2000) dalam Drennan, 2004: 260).
Lesson adalah menciptakan akun 88888 untuk memanipulasi kerugian pada laporan keuangan Barings Bank akibat transaksi di pasar future. Ia leluasa melakukan manipulasi data keuangan karena memegang kendali atas operasional back office dan front office Barings bank di Singapura.  Kerugian yang disembunyikan dalam rekening tersebut antara lain berjumlah £2 juta di tahun 1992, £23 juta di tahun 1993, £208 juta di akhir tahun1994 dan £827 juta pada tanggal 27 Februari 1995 setelah Barings Bank dalam pengawasan kurator (Shelfina, et al., 2010: 3).
Kasus lain yang menjadi contoh pentingnya mitigasi risiko operasional adalah kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Enron Corporation. Enron memanipulasi laporan keuangan karena besarnya hutang yang dimiliki perusahaan untuk pengadaan infastruktur bisnis energi yang dijalankan. Pihak manajemen takut jika lonjakan hutang perusahaan dilaporkan kepada pemegang saham, maka akan menurunkan nilai saham di pasar modal. Namun, pada bulan Juli 2001 nilai saham Enron mengalami lonjakan penurunan dari 80 dollar menjadi 47 dollar Amerika.
Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen (Wealth Indonesia, n.d.).
Oleh karenanya, ketepatan pengukuran dan pengelolaan risiko operasional menjadi sangat penting bagi lembaga bisnis, terutama lembaga keuangan. Basel II menetapkan tiga metode standar pengukuran risiko. Metode tersebut adalah Basic Indicator Approach (BIA), Standard Approach (SA), dan Alternative Standard Approach (ASA). Selain itu, Basel II juga  merekomendasikan Advance Meausu-rement Approach (AMA). Metode AMA merupakan metode yang disesuaikan dengan kebijakan internal lembaga keuangan dan harus mendapat persetujuan dari bank sentral terkait dengan penyediaan modal untuk menyerap risiko operasional. Saat ini setidaknya ada tiga metode yang tergolong dalam pendekatan pengukuran advance. Metode itu ialah Loss Distribution Approach (LDA), Scenario Based Approach, dan pendekatan Exteme Value Theory (EVT).
Pada penelitian ini akan diukur risiko operasional akibat kehilangan uang pada bank syariah X. Bank syariah X merupakan unit usaha syariah yang dimiliki oleh salah satu bank umum swasta nasional di Indonesia. Sekilas informasi tentang unit usaha syariah (UUS) Bank X dan Bank X disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan Jumlah Asset, DPK, dan Pembiayaan UUS Bank X dan Bank X

2011
2012
2013 (Maret)
UUS Bank X
 Asset
1,36 T
2,03 T
2,43 T
 DPK
670,9 M
1,3 T
1,26 T
 Pembiayaan
998,3 M
1,54 T
1,76 T
Bank X
 Asset
127,1 T
130,4 T
126,2 T
 DPK non syariah
87,9 T
90,3 T
86,9 T
 Kredit non syariah
86,7 T
91,53 T
90,1 T
Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah
Pada tahun 2011, asset UUS bank X memiliki asset senilai 1,36 T rupiah atau sekitar 1,07% dari asset yang dimiliki oleh bank induknya yang mana pada tahun 2011 Bank X memiliki asset senilai 127,1 T rupiah. Dibandingkan tahun 2011, pada tahun 2012 UUS Bank X mencatatkan pertumbuh asset sebesar 49,26% menjadi 2,03 T rupiah. Asset UUS Bank X terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 2,43 T rupiah pada bulan Maret 2013 atau sekitar 1,92% dari asset Bank X yang senilai 126,2 T rupiah. Hal ini menandakan adanya pertumbuhan yang signifikan pada asset UUS Bank X. Pertumbuhan Asset UUS Bank X diikuti dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan. meskipun pada Maret 2013 DPK UUS Bank X mengalami penurunan dari tahun 2012.
Penilitian terdahulu tentang manajemen risiko operasional bank syariah tergolong masih sedikit. Sementara penelitian terdahulu yang mendasari penulisan ini diantaranya Pardi (2006), Shevchenko (2008), dan Navarrete (2006). Pardi (2006) melakukan pengukuran kecukupan dana jaminan transaksi bursa di pasar modal Indonesia dengan metode stress testing. Stress testing digunakan dengan dua alternatif yaitu stress testing yang hanya didasarkan pada pola dan parameter distribusi periode ekstrim dan stress testing yang ditentukan dengan melakukan stress testing pada factor-faktor pendorong risiko yang didasarkan pada pola dan parameter distribusi ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan alternatif pertama lebih moderat dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan Transaksi Bursa sebesar 405 miliar rupiah. Sedangkan alternatif kedua lebih konservatif dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan Transaksi Bursa sebesar 1,487 triliun rupiah.
Shevchenko (2008) mengestimasi capital charge risiko operasional berdasarkan parameter kerugian tidak terduga (unexpected loss). Penelitian ini menunjukkan bagaimana parameter kerugian tidak terduga dapat diperhitungkan dengan sebuah kerangka Bayasean yang juga memungkinkan untuk menggabungkan pendapat ahli dan data eksternal ke dalam prosedur estimasi. Metode yang digunakan adalah Loss Distribution Approach (LDA). Hasil penelitian menyebutkan hasil estimasi metode dengan quantil 0,999 (99,9%) sangat akurat dan signifikan sehingga mengharuskan sebuah instansi untuk menyediakan modal dalam menyerap kerugian akibat risiko operasional pada taraf tingkat kepercayaan 99,9%. Hasil penelitian ini menguatkan peraturan yang ditetapkan Basel II. Basel II menuntut bank untuk mengukur risiko pada tingkat kepercayaan 95%, 99%, dan 99,9%.
Penelitin serupa juga dilakukan oleh Navarrete (2006) yang mensimulasi penghitungan kerugian tidak terduga (unexpected loss) dan kerugian yang terduga (expected loss) yang diakibatkan risiko operasional kartu kredit. Penghitungan dilakukan dengan tiga langkah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan ekspektasi kerugian sebesar $ 5.944,36 setiap bulan. Sedangkan unexpected loss pada tingkat kepercayaan 95%, 99%, dan 99,9% secara berturut sebesar USD 4.602,54, USD 7.199,37 dan 10.881,97. Sehingga pada masing-masing selang kepercayaan tersebut bank harus menyediakan modal sebesar nilai unexpected loss untuk menyerap risiko operasional kartu kredit.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan mengukur potensi kerugian risiko operasional Bank Syariah X menggunakan data kehilangan pada tingkat kepercayaan 99,9 persen sesuai dengan ketentuan Basel II. Penelitian ini juga ditujukan menghitung modal yang harus disediakan oleh Bank Syariah X untuk menyerap kerugian yang timbul akibat risiko operasional kehilangan uang.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menghitung risiko operasional pada karya tulis ini adalah Loss Distribution Aggregate (LDA). Menurut Navarrete (2006), langkah-langkah dalam estimasi modal minimal yang harus disediakan bank untuk menyerap risiko operasional yaitu (i) mengidentifikasi distribusi frekuensi dan distribusi severity data, (ii) kedua distribusi tersebut kemudian digabungkan dalam sebuah distribusi kerugian agregat menggunakan simulasi Monte Carlo, dan (iii) menghitung Value at Risk (VaR) risiko operasional dengan persentil dari distribusi kerugian agregat.
Pada penelitian ini, selang kepercayaan yang akan digunakan adalah pada level 99,9% dimana peneliti ingin meminimalkan kerugian yang diakibatkan risiko operasional. Selang kepercayaan diartikan sebagai sebuah konsep statistika yang digunakan untuk mengukur kemungkinan suatu bank terhindar dari kebangkrutan ataupun kegagalan dalam seuatu sektor bisnisnya. Software @Risk® digunakan untuk membantu peneliti dalam simulasi dan penyesuaian (fitting) distribusi data input. Sedangkan penghitungan capital charge menggunakan Ms. Excel 2010.

Hasil dan Pembahasan
A.      Identifikasi dan simulasi distribusi frekuensi
Hasil identifikasi dan penyesuaian (fitting) distribusi frekuensi data input menunjukkan distribusi data tergolong pada dalam distribusi Poisson. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1. Distribusi poisson menurut Walpole (1993: 173) merupakan distribusi yang menggambarkan distribusi peluang bilangan X yang menyatakan banyaknya hasil percobaan dalam suatu percobaan poisson. Nilai peluang distribusi Poisson hanya bergantung pada nilai tengahnya (μ), yaitu rata-rata banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama selang waktu atau daerah yang diberikan.
Gambar 1. Hasil Fitting Distribusi Frekuensi
Lebih lanjut, hasil penyesuain menunjukkan nilai mean distribusi Poisson sebesar 1,95 dan nilai standar deviasinya sebesar 1,40. Nilai skewness distribusi Poisson sebesar  0,72 yang berarti distribusi ini memiliki distribusi data yang condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang ke kanan. Menurut Lewis (2004: 51) analisa nilai skewness sangat penting bagi sebuah distribusi operasional karena mencerminkan tingkat kejadian yang ekstrem pada sebuah distribusi data. Nilai skewness yang kurang dari dari satu menandakan distribusi ini tidak memiliki likelihood data ekstrim yang besar. Nilai skewness positif juga mengindikasikan banyaknya data positif dalam sebuah distribusi. Sehingga, pada distribusi data ini, nilai positifnya lebih banyak dari nilai negatifnya.
Nilai kurtosis sebuah distribusi mencerminkan bobot ekor yang dimiliki oleh distribusi tersebut. Nilai kurtosis distribusi Poisson sebesar 3,51, menandakan distribusi data Poisson memiliki bentuk leptokurtic. Distribusi leptokurtic merupakan distribusi yang memiliki nilai kurtosis lebih dari tiga (Lewis, 2004: 55). Artinya, distribusi Poisson ini memiliki bobot ekor (weight tail) yang tinggi dan bisa dikatan ekor distribusi semakin jauh dari nilai tengah (mean). Uji statistik Goodness of Fit (GoF) distribusi Poisson sebesar 98,69 yang ditandai dengan nilai chi-square. Sedangkan, nilai critical value distribusi Poisson pada selang kepercayaan 99,9% sebesar 18,47 dan pada selang kepercayaan 99% sebesar 13,28.
Sementara itu, tujuan dilakukannya simulasi distribusi frekuensi kejadian adalah mendapatkan angka yang tepat sebagai angka acuan jumlah simulasi yang dibutuhkan distribusi severitas. Fitting distribusi akan menghasilkan DNA data kejadian yang kemudian akan disimulasikan menggunakan software @Risk®. Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali. Hasil simulasi data kejadian dikumpulkan dalam sebuah tabel akumulasi data untuk mendapatkan jumlah total akumulasi. Jumlah total akumulasi ini yang nantinya akan digunakan untuk mensimulasikan data kerugian severitas. Hasil simulasi data kejadian dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Simulasi Distribusi Frekuensi Kejadian
Kejadian Per Hari
Jumlah Hari
Akumulasi
0
143
0
1
277
277
2
270
540
3
177
531
4
85
340
5
34
170
6
10
60
7
3
21
8
1
8
Jumlah
1000
1947
Tabel 2 menunjukkan hasil simulasi distribusi frekuensi kejadian kerugian operasional per hari. Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali dengan nilai maksimal kejadian dalam satu hari sebanyak delapan kali kejadian. Jumlah hari tanpa adanya kejadian yang merugikan sebanyak 143 hari. Sementara jumlah hari yang dalam satu hari ada satu kejadian sebanyak 277 hari. Delapan kali (nilai maksimum) kejadian yang merugikan hanya pernah terjadi sekali dalam sehari. Jadi, hasil simulasi distribusi frekuensi menunjukkan ada 1.947 kejadian secara akumulasi selama 1.000 hari. Sehingga jumlah jumlah simulasi yang dibutuhkan untuk mensimulasikan distribusi severitas sebanyak 1.947.

B.       Identifikasi dan simulasi distribusi severitas
Distribusi severitas kerugian merupakan distribusi yang menggambarkan pola penyebaran data kerugian dalam kurun waktu tertentu. Distribusi severitas juga memiliki sifat yang kontinu. Distribusi severitas juga bisa menjelaskan pola data yang berbentuk pecahan. Bentuk dari distribusi severitas yang biasa ditemuakan antara lain distribusi beta, distribusi eksponensial, distribusi lognormal, distribusi Gamma, distribusi Pareto, distribusi Earlang, dan distribusi Rayleigh (Muslich, 2007: 68).
Pemodelan Value at Risk (VaR) kerugian operasional dengan pendekatan Advanced Measurement Approach (AMA) menuntut ketepatan dalam menentukan jenis distribusi severitas kerugian operasional selain juga distribusi frekuensi. Menurut Muslich (2007: 67), ketepatan menuntukan karakteristik distribusi severitas menentukan ketepatan dalam menetukan parameter distribusi data. Sehingga pemodelan pengukuran risiko menjadi lebih tepat dan akurat. Testing karakteristik distribusi severitas kerugian operasional dapat menggunakan pendekatan tes Chi-Square, Kolmogorov Smirnov (KS), atau Anderson Darling.
Identifikasi distribusi severitas kerugian dilakukan dengan cara memblok data kerugian operasional pada periode penelitian,  kemudian dilakukan fitting distribusi menggunakan software @Risk®. Hasil fitting menunjukkan distribusi data kerugian memiliki karakteristik jenis distribusi lognormal. Hasil fitting distribusi severitas ditampilkan dalam gambar 2. Pada penelitian ini, pendekatan Goodnes of Fit yang digunakan adalah uji statistik chi-square.
                 Gambar 2. Hasil Fitting Distribusi Severitas

Nilai maksimum data input senilai 865.826,02. Nilai minimum data input senilai 8.663,91 dan nilai minimum distribusi lognormal sebesar 7.839,47. Nilai rata-rata (mean) data input sebesar 84.781,68, sedangkan standar deviasi data input senilai 133.953,24. Nilai standar deviasi yang besar mengindikasikan data input memiliki penyebaran data yang beragam. Derajat skewness data input senilai 4,55, menandakan distribusi data input memiliki likelihood atas kejadian ekstrim yang tinggi karena memliki derajat skewness yang lebih besar dari satu. Nilai ini juga menandakan pola distribusi data input cenderung condong ke kiri dengan ekor memanjang ke kanan. Nilai kurtosis distribusi input 28,13, menandakan distribusi ini memiliki bobot ekor peluang distribusi yang semakin jauh dari nilai tengah distribusi data. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga menjadikan distribusi data input tergolong dalam distribusi leptokurtic.                                                                      
Hasil fitting distribusi severitas menyebutkan distribusi logaritma normal (lognormal) sebagai distribusi yang paling cocok dengan jenis distribusi data input. Menurut informasi pada tabel 4.4 , nilai mean distribusi lognormal sebesar 95.473,49. Nilai maksimal distribusi lognormal infinity (∞) dan nilai minimalnya 7.839,47. Standar deviasi distribusi lognormal senilai 230.437,73 mengindikasikan data pada distribusi ini tersebar secara beragam dan ragam penyebrannya lebih tinggi dari distribusi data input.
Distribusi lognormal memiliki derajat skewness 26,07 yang berarti distribusi ini berpola condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang ke kanan serta memiliki kemungkinan terjadinya (likelihood) kejadian ekstrim yang tinggi. nilai kurtosis-nya 5.100,16 menjadikan distribusi lognormal tergolong dalam distribusi leptokurtic. Nilai kurtosis tersebut juga mengindikasikan distribusi lognormal memiliki bobot ekor yang jauh dari nilai tengahnya. Chi-square distribusi lognormal sebesar 3,33 dengan nilai robabilitas 85%. Hal ini mengindikasikan nilai goodness of fit yang baik. Distribusi lognormal memiliki critical value pada selang kepercayaan 99% senilai 18,48 dan critical value pada selang kepercayaan 24,32.
Simulasi distribusi severitas dilakukan untuk mengetahui ekspektasi nominal kerugian perusahaan dimasa mendatang. Simulasi disusun berdasarkan data distribusi frekuensi dan data distribusi severitas. Penelitian ini hanya menggabungkan probabilita terjadinya kegagalan sistem per bulan dengan pendekatan distribusi Poisson dan besarnya kerugian severitas risiko operasional dengan pendekatan distribusi Log Normal dengan iterasi sebanyak 1.947. Angka 1.947 didapat dari akumulasi frekuensi kejadian setelah mensimulasikan distribusi frekuensi (lihat tabel 3).
Hasil simulasi distribusi severitas kehilangan menunjukkan nilai maksimal hasil simulasi sebesar 4.017.517,07 dan nilai minimal senilai 7.877,37.  Hasil simulasi distribusi severitas kehilangan kemudian akan digabungkan dengan distribusi frekuensi kejadian untuk mendapatkan distribusi kerugian agregat kehilangan.
Tabel 3. Hasil Simulasi Distribusi Severitas
Iterasi ke
 Nilai Rp 000
1
131,158.62
2
166,916.42
3
38,600.48
4
25,483.08
5
18,932.06
6
15,548.56
1000
150,688.96
1947
19,341.37

C.      Identifikasi distribusi kerugian agregat
Distribusi kerugian agregat merupakan gabungan dari distribusi frekuensi kejadian dan distribusi severitas kehilangan. Pendekatan distribusi kerugian agregat membantu pihak bank atasu sebuah instansi untuk mengestimasi risiko sebuah bisnis yang dilakukan instansi, menghitung probabilitas nominal kerugian (severitas) dalam satu tahun, serta mengestimasi frekuensi kejadian merugikan selama satu tahun (Frachot, et al., 2001: 2).
Penggabungan distribusi frekuensi dan distribusi severitas dilakukan dengan memasukkan nilai hasil simulasi distribusi severitas kedalam tabel yang jumlah kolom dan cell nya sesuai dengan hasil simulasi distribusi frekuensi. Data gabungan hasil simulasi distribusi severitas dan hasil simulasi distribusi frekuensi kemudian diidentifikasi pola distribusinya menggunakan software @Risk. Fitting distribusi juga dilakukan untuk melihat persentil data 0,1%. Pola distribusi data gabungan hasil fitting distribusi dilihat pada gambar 3. Pola distribusi data hasil fitting pada gambar 3 menunjukkan sebuah distribusi yang memiliki ekor panjang ke kanan. Dari gambar pula dapat diketahui jenis distribusi data adalah distribusi InvGauss.
Gambar 4.6. Hasil Fitting Distribusi Kerugian Agregat

Distribusi data input memiliki nilai maksimum sebesar 4.071.550,06 sedangkan niiai maksimum distribusi InvGauss tidak terhingga (infinity). Distribusi InvGauss memiliki nilai minimum -4.677,7 sedangkan data input memiliki nilai minimum senilai 8.492,93. Kedua distribusi (baik data input dan InvGauss) memiliki nilai tengah (mean) yang sama sebesar 213.805,27. Standar deviasi distribusi InvGauss senilai 319.423,15 dan standar deviasi data input senilai 318.177,09. Nilai standar deviasi distribusi data input lebih kecil dari distribusi InvGauss, sehingga dapat disimpulkan penyebaran data distribusi InvGauss lebih beragam dari distribusi data input.
Distribusi data input memiliki derajat skewness dan kurtosis yang lebih besar dari distribusi InvGauss. Nilai Skewness distribusi data input 5,23 dan skewness distribusi InvGauss sebesar 4,39. Menurut Lewis (2004: 54) jika sebuah distribusi memiliki nilai skewness lebih besar dari satu, maka distribusi tersebut tergolong pada distribusi yang memiliki nilai likelihood yang lebih tinggi. Artinya meskipun kedua distribusi ini memiliki ekor memanjang ke kanan, akan tetapi distribusi data input memiliki ekor ke kanan yang lebih panjang dari pada distribusi InvGauss. Nilai skewness penting dalam perumusan model ataupun pengukuran risiko (terutama risiko operasional) karena nilai skewness memberikan informasi tingkat likelihood dari kondisi ekstrim sebuah distribusi (Lewis, 2004: 51).
Kurtosis merupakan sebuah tolak ukur bobot ekor sebuah ditribusi peluang kejadian. Nilai kurtosis distribusi data input sebesar 46,99 dan kurtosis distribusi InvGauss senilai 35,06. Kedua distribusi ini tergolong kepada distribusi leptokurtic. Disebut sebagai distribusi leptokurtic karena memiliki nilai kurtosis yang lebih besar dari tiga (Lewis, 2004: 55). Artinya, kedua distribusi ini memiliki bobot ekor (weight tail) yang tinggi atau ekor peluang distribusi semakin jauh dari titik tengah (mean). Nilai goodness of fit (chi square) distribusi InvGauss sebesar 31,42 dengan nilai probabilitasnya sebesar 21%. Critical value pada selang kepercayaan 99% senilai 45,64 dan pada selang kepercayaan 99,9% sebesar 54,05.

D.      Hasil penghitungan Value at Risk (VaR)
Value at risk (VaR) Risiko operasional merupakan potensi kerugian pada periode tertentu dengan tingkat keyakinan (convidence level) tertentu dan dalam kondisi pasar yang normal. Nilai Value at Risk bisa dapat digunakan sebagai ukuran biaya modal (capital charge) yang harus dialokasikan oleh sebuah instansi untuk menutupi potensi kerugian akibat kegiatan bisnisnya (Lewis, 2004: 109). Capital charge risiko operasional merupakan kerugian tidak terduga (unexpected loss) yang mana merupakan selisih kerugian terduga (Expected Loss) dengan Value at Risk (VaR) aktivitas operasional pada selang kepercayaan tertentu.
Sebelum menghitung unexpected loss harian, terlebih dahulu dibutuhkan identifiksi nilai expected loss dan Value at Risk. Expected loss merupakan nilai dalam kurva distribusi kerugian agregat yang besarnya senilai 0 sampai nilai tengah (mean) distribusi agregat. Sedangkan unexpected loss nilainya berada didaerah antara nilai tengah (mean) distribusi agregat sampai titik P99,9. Nilai 99,9% merupakan nilai selang kepercayaan pada distribusi agregat. Sehingga P99,9 ialah titik VaR dalam persentil yang dihitung pada selang kepercayaan 99,9%. Hasil penghitungan Value at Risk harian Bank Syariah X dituliskan pada tabel 4.


Tabel 4. Hasil Penghitungan Value at Risk (VaR) Harian
Value at Risk P99,9
  4,071,550,059.70
Expected Loss
     213,805,267.80
Unexpected Loss
  3,857,744,791.90

Pada tabel 4. dapat dilihat nilai Value at Risk (VaR) P99,9 sebesar Rp 4.071.550.059,70 yang didapatkan dari nilai maksimal pada distribusi kerugian agregat dengan selang kepercayaan sebesar 99,9%. Nilai expected loss harian sebesar  Rp 213.805.267,80 yang didapatkan dari nilai tengah (mean) distribusi kerugian agregat. Sedangkan nilai unexpected loss harian bank syarian X senilai Rp 3.857.744.791,90.
Setelah didapatkan nilai capital charge harian, kini bisa dihitung capital charge tahunan. Capital charge atau unexpected loss tahunan didapat dari hasil perkalian nilai masing-masing angka pada tabel 4.6 dengan akar 365. Langkah ini dilakukan karena terdapat 365 hari dalam satu tahun. Setelah melakukan penghitungan, akar 365 adalah 19,10. Hasil penghitungan capital charge risiko operasional tahunan dan Value at Risk (VaR) tahunan ditulisan pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Penghitungan Value at Risk (VaR) Tahunan
Value at Risk P99.9
77,786,854,669.38
Expected Loss
  4,084,743,905.89
Unexpected Loss
73,702,110,763.48

Tabel 5. diatas menerangkan nilai Value at Risk tahunan pada selang kepercayaan 99,9% sebesar Rp 77.786.854.669,38 yang merupakan hasil perkalian VaR harian dikaliakan 19,10. Sedangkan nilai expected loss sebesar Rp 4.084.743.905,89 yang didapat dari hasil perkalian expected loss harian dikalikan 19,10.  Sehingga nilai unexpected loss tahunan senilai Rp 73.702.110.763,48 didapatkan dari hasil pengurangan VaR tahunan dikurangi expected loss tahunan. Dengan demikian, bank syariah X harus menyediakan cadangan modal senilai Rp 73,7 milliar sebagai capital charge untuk mengantisipasi potensi terjadi kerugian akibat risiko operasional.
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, dapat diperoleh kesimpulan bahwasanya bank syariah X memiliki potensi kerugian akibat risiko operasional di tahun mendatang senilai Rp 73.702.110.763,48. Sehingga mengharuskan bank tersebut untuk mencadangkan modal senilai Rp 73,7 milliar atau senilai dengan 0,28% dari total modalnya pada tahun 2011 dan 0,25% dari modalnya pada tahun 2012.
Penghitungan potensi kerugian agregat menggunakan pendekatan Loss Distribution Aggregate masih memiliki kekurangan, mengingat metode ini belum menghitung potensi kerugian dengan frekuensi kejadian rendah tetapi berdampak signifikan terhadap berjalannya bisnis yang dilakukan perusahaan. Sehingga diperlukan penghitungan menggunakan metode lain untuk melengkapi kekurangan metode Loss Distribution Aggregate.


Daftar Pustaka

Bank Indonesia, 2013. Home: Publikasi: Laporan Keuangan Publikasi Bank. [Online] Available at: http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Statistik /Default_Unit_Usaha_Syariah_ [Accessed 16 Juli 2013].
Basel Committe on Banking Supervision, 2006. International Convergence of Capital Meausurement and Capital Standard: A Revised Framework Comprehensive Version, Basel: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2006. International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards, Basle: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2010. Basel III: A Global Regulatory Framework for More Resilent Banks and Banking System, Basel: BCBS.
Djohanputro, B., 2006. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta: PPM.
Drennan, L. T., 2004. Ethichs, Governance and Risk Management: Lessons From Mirror Group Newspapers and Barings Bank. Journal of Business Ethics, 52, No. 3(July 2004), pp. 257-266.
Frachot, A., Georges & Roncalli, 2001. Loss Distribution Approach for Operational Risk, Paris: Groupe de Recherche Operationnelle, Credit Lyannais.
Jorion, P., 2002. Value at Risk: The New Banchmarki for Managing Financial Risk. Singapore: Mc Graw-Hill Education (Asia).
Lewis, N. D. C., 2004. Operational risk with Excel and VBA: applied statistical methods for Risk Management. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc..
Muslich, M., 2007. Manajemen Risiko Operasional: Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.
Navarrete, E., 2006. Practical Calculation of Expected and Unexpected Losses in Operational Risk by Simulation Methods, s.l.: Scalar Consulting.
Pardi, I., 2006. Pengukuran Kecukupan Dana Jaminan Transaksi Bursa Di Pasar Modal Indonesia Dengan Metode Stress Testing, Tesis Pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Shelfina, C., sih, N. S., Ginting, A. & Arisandi, F., 2010. Ethica of Accounting "Barings Bank: Rogue Trader". [Online] Available at: http://www.scribd.com/doc/39000757/Barings-Bank-Case [Accessed 5 April 2013].
Shevchenko, P. V., 2008. Estimation of Operational Risk Capital Charge Under Parameter Uncertainty. The Journal of Operational Risk 3, 1(2), pp. 51-63.
Wahyudi, I. et al., 2013. Manajemen Risiko Bank Islam. I ed. Jakarta: Salemba Empat.
Walpole, R. E., 1993. Pengnar Statistik penerj. Bamabang Sumantri. 3 ed. Jakarta: PT Gramedia.
Wealth Indonesia, n.d. Investasi: Kasus Penipuan Capital Market: Bangkrutnya Enron Corp.. [Online] Available at: http://www.wealthindonesia.com/ kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-enron-corp.html [Accessed 5 April 2013].Pendahuluan
Pada dasarnya, risiko adalah sebuah ketidakpastian di masa mendatang yang bisa mendatangkan kerugian. Oleh karenanya, dalam operasional sehari-hari, perusahaan dihadapkan pada berbagai macam risiko. Djohanputro (2006: 35) menyebutkan ada empat risiko yang dihadapi oleh sebuah perusahaan yang beroperasi, yaitu risiko keuangan, risiko operasional, risiko strategis, dan risiko eksternalitas.
Risiko operasional merupakan sebuah potensi penyimpangan shareholder perusahaan dari hasil dan rencana yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem kerja, SDM, teknologi, maupun faktor lain yang bisa mempengaruh kinerja perusahaan. Tata cara pengelolaan risiko operasional diatur dalam Basel Accord II tahun 2004. Kesalahan mitigasi risiko operasional dapat menyebabkan kerugian ataupun kebangkrutan sebuah lembaga bisnis. Diantara lembaga keuangan raksasa yang dinyatakan bangkrut karena risiko operasional ialah Barings Bank dan Enron Corp.
Barings Bank merupakan salah satu bank tertua di Inggris pada tahun 1995. Kebangkrutan Barings Bank dilatari oleh kecerobohan Nick Lesson, kepala unit investasi Barings Bank di Singapura. Dia melakukan kontrak derivatif tanpa hedging pada pasar future singapura. Lesson memberikan kontribusi keuntungan fantastis bagi Barings Bank secara keseluruhan. Dari hasil transaksinya, unit yang dipimpin Lesson menyumbangkan keuntungan sebesar 8,83 juta poundsterling dan pada tujuh bulan pertama mencatatkan laba 19,6 juta poundsterling atau sepertiga dari total keuntungan perusahaan Barings Bank  diseluruh dunia (Shelfina, et al., 2010: 3). Sehingga Lesson mencatatkan bonus personal sebesar 115.000 poundsterling pada tahun 1993 dan 450.000 poundsterling pada tahun 1994 (Stein (2000) dalam Drennan, 2004: 260).
Lesson adalah menciptakan akun 88888 untuk memanipulasi kerugian pada laporan keuangan Barings Bank akibat transaksi di pasar future. Ia leluasa melakukan manipulasi data keuangan karena memegang kendali atas operasional back office dan front office Barings bank di Singapura.  Kerugian yang disembunyikan dalam rekening tersebut antara lain berjumlah £2 juta di tahun 1992, £23 juta di tahun 1993, £208 juta di akhir tahun1994 dan £827 juta pada tanggal 27 Februari 1995 setelah Barings Bank dalam pengawasan kurator (Shelfina, et al., 2010: 3).
Kasus lain yang menjadi contoh pentingnya mitigasi risiko operasional adalah kasus manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh Enron Corporation. Enron memanipulasi laporan keuangan karena besarnya hutang yang dimiliki perusahaan untuk pengadaan infastruktur bisnis energi yang dijalankan. Pihak manajemen takut jika lonjakan hutang perusahaan dilaporkan kepada pemegang saham, maka akan menurunkan nilai saham di pasar modal. Namun, pada bulan Juli 2001 nilai saham Enron mengalami lonjakan penurunan dari 80 dollar menjadi 47 dollar Amerika.
Pada bulan Oktober 2001, Enron mengumumkan kerugian sebesar $US618 miliar dan nilai aset Enron menyusut sebesar $US1,2 triliun dolar AS. Pada laporan keuangan yang sama diakui, bahwa selama tujuh tahun terakhir, Enron selalu melebih-lebihkan laba bersih mereka. Akibat laporan mengejutkan ini, nilai saham Enron mulai anjlok dan saat Enron mengumumkan bahwa perusahaan harus gulung tingkar, 2 Desember 2001, harga saham Enron hanya 26 sen (Wealth Indonesia, n.d.).
Oleh karenanya, ketepatan pengukuran dan pengelolaan risiko operasional menjadi sangat penting bagi lembaga bisnis, terutama lembaga keuangan. Basel II menetapkan tiga metode standar pengukuran risiko. Metode tersebut adalah Basic Indicator Approach (BIA), Standard Approach (SA), dan Alternative Standard Approach (ASA). Selain itu, Basel II juga  merekomendasikan Advance Meausu-rement Approach (AMA). Metode AMA merupakan metode yang disesuaikan dengan kebijakan internal lembaga keuangan dan harus mendapat persetujuan dari bank sentral terkait dengan penyediaan modal untuk menyerap risiko operasional. Saat ini setidaknya ada tiga metode yang tergolong dalam pendekatan pengukuran advance. Metode itu ialah Loss Distribution Approach (LDA), Scenario Based Approach, dan pendekatan Exteme Value Theory (EVT).
Pada penelitian ini akan diukur risiko operasional akibat kehilangan uang pada bank syariah X. Bank syariah X merupakan unit usaha syariah yang dimiliki oleh salah satu bank umum swasta nasional di Indonesia. Sekilas informasi tentang unit usaha syariah (UUS) Bank X dan Bank X disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan Jumlah Asset, DPK, dan Pembiayaan UUS Bank X dan Bank X

2011
2012
2013 (Maret)
UUS Bank X
 Asset
1,36 T
2,03 T
2,43 T
 DPK
670,9 M
1,3 T
1,26 T
 Pembiayaan
998,3 M
1,54 T
1,76 T
Bank X
 Asset
127,1 T
130,4 T
126,2 T
 DPK non syariah
87,9 T
90,3 T
86,9 T
 Kredit non syariah
86,7 T
91,53 T
90,1 T
Sumber: Bank Indonesia (2013), diolah
Pada tahun 2011, asset UUS bank X memiliki asset senilai 1,36 T rupiah atau sekitar 1,07% dari asset yang dimiliki oleh bank induknya yang mana pada tahun 2011 Bank X memiliki asset senilai 127,1 T rupiah. Dibandingkan tahun 2011, pada tahun 2012 UUS Bank X mencatatkan pertumbuh asset sebesar 49,26% menjadi 2,03 T rupiah. Asset UUS Bank X terus mengalami pertumbuhan hingga mencapai 2,43 T rupiah pada bulan Maret 2013 atau sekitar 1,92% dari asset Bank X yang senilai 126,2 T rupiah. Hal ini menandakan adanya pertumbuhan yang signifikan pada asset UUS Bank X. Pertumbuhan Asset UUS Bank X diikuti dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan pembiayaan. meskipun pada Maret 2013 DPK UUS Bank X mengalami penurunan dari tahun 2012.
Penilitian terdahulu tentang manajemen risiko operasional bank syariah tergolong masih sedikit. Sementara penelitian terdahulu yang mendasari penulisan ini diantaranya Pardi (2006), Shevchenko (2008), dan Navarrete (2006). Pardi (2006) melakukan pengukuran kecukupan dana jaminan transaksi bursa di pasar modal Indonesia dengan metode stress testing. Stress testing digunakan dengan dua alternatif yaitu stress testing yang hanya didasarkan pada pola dan parameter distribusi periode ekstrim dan stress testing yang ditentukan dengan melakukan stress testing pada factor-faktor pendorong risiko yang didasarkan pada pola dan parameter distribusi ekstrim. Hasil penelitian menunjukkan alternatif pertama lebih moderat dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan Transaksi Bursa sebesar 405 miliar rupiah. Sedangkan alternatif kedua lebih konservatif dan menghasilkan angka kebutuhan Dana Jaminan Transaksi Bursa sebesar 1,487 triliun rupiah.
Shevchenko (2008) mengestimasi capital charge risiko operasional berdasarkan parameter kerugian tidak terduga (unexpected loss). Penelitian ini menunjukkan bagaimana parameter kerugian tidak terduga dapat diperhitungkan dengan sebuah kerangka Bayasean yang juga memungkinkan untuk menggabungkan pendapat ahli dan data eksternal ke dalam prosedur estimasi. Metode yang digunakan adalah Loss Distribution Approach (LDA). Hasil penelitian menyebutkan hasil estimasi metode dengan quantil 0,999 (99,9%) sangat akurat dan signifikan sehingga mengharuskan sebuah instansi untuk menyediakan modal dalam menyerap kerugian akibat risiko operasional pada taraf tingkat kepercayaan 99,9%. Hasil penelitian ini menguatkan peraturan yang ditetapkan Basel II. Basel II menuntut bank untuk mengukur risiko pada tingkat kepercayaan 95%, 99%, dan 99,9%.
Penelitin serupa juga dilakukan oleh Navarrete (2006) yang mensimulasi penghitungan kerugian tidak terduga (unexpected loss) dan kerugian yang terduga (expected loss) yang diakibatkan risiko operasional kartu kredit. Penghitungan dilakukan dengan tiga langkah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan ekspektasi kerugian sebesar $ 5.944,36 setiap bulan. Sedangkan unexpected loss pada tingkat kepercayaan 95%, 99%, dan 99,9% secara berturut sebesar USD 4.602,54, USD 7.199,37 dan 10.881,97. Sehingga pada masing-masing selang kepercayaan tersebut bank harus menyediakan modal sebesar nilai unexpected loss untuk menyerap risiko operasional kartu kredit.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan mengukur potensi kerugian risiko operasional Bank Syariah X menggunakan data kehilangan pada tingkat kepercayaan 99,9 persen sesuai dengan ketentuan Basel II. Penelitian ini juga ditujukan menghitung modal yang harus disediakan oleh Bank Syariah X untuk menyerap kerugian yang timbul akibat risiko operasional kehilangan uang.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk menghitung risiko operasional pada karya tulis ini adalah Loss Distribution Aggregate (LDA). Menurut Navarrete (2006), langkah-langkah dalam estimasi modal minimal yang harus disediakan bank untuk menyerap risiko operasional yaitu (i) mengidentifikasi distribusi frekuensi dan distribusi severity data, (ii) kedua distribusi tersebut kemudian digabungkan dalam sebuah distribusi kerugian agregat menggunakan simulasi Monte Carlo, dan (iii) menghitung Value at Risk (VaR) risiko operasional dengan persentil dari distribusi kerugian agregat.
Pada penelitian ini, selang kepercayaan yang akan digunakan adalah pada level 99,9% dimana peneliti ingin meminimalkan kerugian yang diakibatkan risiko operasional. Selang kepercayaan diartikan sebagai sebuah konsep statistika yang digunakan untuk mengukur kemungkinan suatu bank terhindar dari kebangkrutan ataupun kegagalan dalam seuatu sektor bisnisnya. Software @Risk® digunakan untuk membantu peneliti dalam simulasi dan penyesuaian (fitting) distribusi data input. Sedangkan penghitungan capital charge menggunakan Ms. Excel 2010.

Hasil dan Pembahasan
A.      Identifikasi dan simulasi distribusi frekuensi
Hasil identifikasi dan penyesuaian (fitting) distribusi frekuensi data input menunjukkan distribusi data tergolong pada dalam distribusi Poisson. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1. Distribusi poisson menurut Walpole (1993: 173) merupakan distribusi yang menggambarkan distribusi peluang bilangan X yang menyatakan banyaknya hasil percobaan dalam suatu percobaan poisson. Nilai peluang distribusi Poisson hanya bergantung pada nilai tengahnya (μ), yaitu rata-rata banyaknya hasil percobaan yang terjadi selama selang waktu atau daerah yang diberikan.
Gambar 1. Hasil Fitting Distribusi Frekuensi
Lebih lanjut, hasil penyesuain menunjukkan nilai mean distribusi Poisson sebesar 1,95 dan nilai standar deviasinya sebesar 1,40. Nilai skewness distribusi Poisson sebesar  0,72 yang berarti distribusi ini memiliki distribusi data yang condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang ke kanan. Menurut Lewis (2004: 51) analisa nilai skewness sangat penting bagi sebuah distribusi operasional karena mencerminkan tingkat kejadian yang ekstrem pada sebuah distribusi data. Nilai skewness yang kurang dari dari satu menandakan distribusi ini tidak memiliki likelihood data ekstrim yang besar. Nilai skewness positif juga mengindikasikan banyaknya data positif dalam sebuah distribusi. Sehingga, pada distribusi data ini, nilai positifnya lebih banyak dari nilai negatifnya.
Nilai kurtosis sebuah distribusi mencerminkan bobot ekor yang dimiliki oleh distribusi tersebut. Nilai kurtosis distribusi Poisson sebesar 3,51, menandakan distribusi data Poisson memiliki bentuk leptokurtic. Distribusi leptokurtic merupakan distribusi yang memiliki nilai kurtosis lebih dari tiga (Lewis, 2004: 55). Artinya, distribusi Poisson ini memiliki bobot ekor (weight tail) yang tinggi dan bisa dikatan ekor distribusi semakin jauh dari nilai tengah (mean). Uji statistik Goodness of Fit (GoF) distribusi Poisson sebesar 98,69 yang ditandai dengan nilai chi-square. Sedangkan, nilai critical value distribusi Poisson pada selang kepercayaan 99,9% sebesar 18,47 dan pada selang kepercayaan 99% sebesar 13,28.
Sementara itu, tujuan dilakukannya simulasi distribusi frekuensi kejadian adalah mendapatkan angka yang tepat sebagai angka acuan jumlah simulasi yang dibutuhkan distribusi severitas. Fitting distribusi akan menghasilkan DNA data kejadian yang kemudian akan disimulasikan menggunakan software @Risk®. Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali. Hasil simulasi data kejadian dikumpulkan dalam sebuah tabel akumulasi data untuk mendapatkan jumlah total akumulasi. Jumlah total akumulasi ini yang nantinya akan digunakan untuk mensimulasikan data kerugian severitas. Hasil simulasi data kejadian dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Simulasi Distribusi Frekuensi Kejadian
Kejadian Per Hari
Jumlah Hari
Akumulasi
0
143
0
1
277
277
2
270
540
3
177
531
4
85
340
5
34
170
6
10
60
7
3
21
8
1
8
Jumlah
1000
1947
Tabel 2 menunjukkan hasil simulasi distribusi frekuensi kejadian kerugian operasional per hari. Simulasi dilakukan sebanyak 1.000 kali dengan nilai maksimal kejadian dalam satu hari sebanyak delapan kali kejadian. Jumlah hari tanpa adanya kejadian yang merugikan sebanyak 143 hari. Sementara jumlah hari yang dalam satu hari ada satu kejadian sebanyak 277 hari. Delapan kali (nilai maksimum) kejadian yang merugikan hanya pernah terjadi sekali dalam sehari. Jadi, hasil simulasi distribusi frekuensi menunjukkan ada 1.947 kejadian secara akumulasi selama 1.000 hari. Sehingga jumlah jumlah simulasi yang dibutuhkan untuk mensimulasikan distribusi severitas sebanyak 1.947.

B.       Identifikasi dan simulasi distribusi severitas
Distribusi severitas kerugian merupakan distribusi yang menggambarkan pola penyebaran data kerugian dalam kurun waktu tertentu. Distribusi severitas juga memiliki sifat yang kontinu. Distribusi severitas juga bisa menjelaskan pola data yang berbentuk pecahan. Bentuk dari distribusi severitas yang biasa ditemuakan antara lain distribusi beta, distribusi eksponensial, distribusi lognormal, distribusi Gamma, distribusi Pareto, distribusi Earlang, dan distribusi Rayleigh (Muslich, 2007: 68).
Pemodelan Value at Risk (VaR) kerugian operasional dengan pendekatan Advanced Measurement Approach (AMA) menuntut ketepatan dalam menentukan jenis distribusi severitas kerugian operasional selain juga distribusi frekuensi. Menurut Muslich (2007: 67), ketepatan menuntukan karakteristik distribusi severitas menentukan ketepatan dalam menetukan parameter distribusi data. Sehingga pemodelan pengukuran risiko menjadi lebih tepat dan akurat. Testing karakteristik distribusi severitas kerugian operasional dapat menggunakan pendekatan tes Chi-Square, Kolmogorov Smirnov (KS), atau Anderson Darling.
Identifikasi distribusi severitas kerugian dilakukan dengan cara memblok data kerugian operasional pada periode penelitian,  kemudian dilakukan fitting distribusi menggunakan software @Risk®. Hasil fitting menunjukkan distribusi data kerugian memiliki karakteristik jenis distribusi lognormal. Hasil fitting distribusi severitas ditampilkan dalam gambar 2. Pada penelitian ini, pendekatan Goodnes of Fit yang digunakan adalah uji statistik chi-square.
                 Gambar 2. Hasil Fitting Distribusi Severitas

Nilai maksimum data input senilai 865.826,02. Nilai minimum data input senilai 8.663,91 dan nilai minimum distribusi lognormal sebesar 7.839,47. Nilai rata-rata (mean) data input sebesar 84.781,68, sedangkan standar deviasi data input senilai 133.953,24. Nilai standar deviasi yang besar mengindikasikan data input memiliki penyebaran data yang beragam. Derajat skewness data input senilai 4,55, menandakan distribusi data input memiliki likelihood atas kejadian ekstrim yang tinggi karena memliki derajat skewness yang lebih besar dari satu. Nilai ini juga menandakan pola distribusi data input cenderung condong ke kiri dengan ekor memanjang ke kanan. Nilai kurtosis distribusi input 28,13, menandakan distribusi ini memiliki bobot ekor peluang distribusi yang semakin jauh dari nilai tengah distribusi data. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga menjadikan distribusi data input tergolong dalam distribusi leptokurtic.                                                                      
Hasil fitting distribusi severitas menyebutkan distribusi logaritma normal (lognormal) sebagai distribusi yang paling cocok dengan jenis distribusi data input. Menurut informasi pada tabel 4.4 , nilai mean distribusi lognormal sebesar 95.473,49. Nilai maksimal distribusi lognormal infinity (∞) dan nilai minimalnya 7.839,47. Standar deviasi distribusi lognormal senilai 230.437,73 mengindikasikan data pada distribusi ini tersebar secara beragam dan ragam penyebrannya lebih tinggi dari distribusi data input.
Distribusi lognormal memiliki derajat skewness 26,07 yang berarti distribusi ini berpola condong ke kiri dan memiliki ekor memanjang ke kanan serta memiliki kemungkinan terjadinya (likelihood) kejadian ekstrim yang tinggi. nilai kurtosis-nya 5.100,16 menjadikan distribusi lognormal tergolong dalam distribusi leptokurtic. Nilai kurtosis tersebut juga mengindikasikan distribusi lognormal memiliki bobot ekor yang jauh dari nilai tengahnya. Chi-square distribusi lognormal sebesar 3,33 dengan nilai robabilitas 85%. Hal ini mengindikasikan nilai goodness of fit yang baik. Distribusi lognormal memiliki critical value pada selang kepercayaan 99% senilai 18,48 dan critical value pada selang kepercayaan 24,32.
Simulasi distribusi severitas dilakukan untuk mengetahui ekspektasi nominal kerugian perusahaan dimasa mendatang. Simulasi disusun berdasarkan data distribusi frekuensi dan data distribusi severitas. Penelitian ini hanya menggabungkan probabilita terjadinya kegagalan sistem per bulan dengan pendekatan distribusi Poisson dan besarnya kerugian severitas risiko operasional dengan pendekatan distribusi Log Normal dengan iterasi sebanyak 1.947. Angka 1.947 didapat dari akumulasi frekuensi kejadian setelah mensimulasikan distribusi frekuensi (lihat tabel 3).
Hasil simulasi distribusi severitas kehilangan menunjukkan nilai maksimal hasil simulasi sebesar 4.017.517,07 dan nilai minimal senilai 7.877,37.  Hasil simulasi distribusi severitas kehilangan kemudian akan digabungkan dengan distribusi frekuensi kejadian untuk mendapatkan distribusi kerugian agregat kehilangan.
Tabel 3. Hasil Simulasi Distribusi Severitas
Iterasi ke
 Nilai Rp 000
1
131,158.62
2
166,916.42
3
38,600.48
4
25,483.08
5
18,932.06
6
15,548.56
1000
150,688.96
1947
19,341.37

C.      Identifikasi distribusi kerugian agregat
Distribusi kerugian agregat merupakan gabungan dari distribusi frekuensi kejadian dan distribusi severitas kehilangan. Pendekatan distribusi kerugian agregat membantu pihak bank atasu sebuah instansi untuk mengestimasi risiko sebuah bisnis yang dilakukan instansi, menghitung probabilitas nominal kerugian (severitas) dalam satu tahun, serta mengestimasi frekuensi kejadian merugikan selama satu tahun (Frachot, et al., 2001: 2).
Penggabungan distribusi frekuensi dan distribusi severitas dilakukan dengan memasukkan nilai hasil simulasi distribusi severitas kedalam tabel yang jumlah kolom dan cell nya sesuai dengan hasil simulasi distribusi frekuensi. Data gabungan hasil simulasi distribusi severitas dan hasil simulasi distribusi frekuensi kemudian diidentifikasi pola distribusinya menggunakan software @Risk. Fitting distribusi juga dilakukan untuk melihat persentil data 0,1%. Pola distribusi data gabungan hasil fitting distribusi dilihat pada gambar 3. Pola distribusi data hasil fitting pada gambar 3 menunjukkan sebuah distribusi yang memiliki ekor panjang ke kanan. Dari gambar pula dapat diketahui jenis distribusi data adalah distribusi InvGauss.
Gambar 4.6. Hasil Fitting Distribusi Kerugian Agregat

Distribusi data input memiliki nilai maksimum sebesar 4.071.550,06 sedangkan niiai maksimum distribusi InvGauss tidak terhingga (infinity). Distribusi InvGauss memiliki nilai minimum -4.677,7 sedangkan data input memiliki nilai minimum senilai 8.492,93. Kedua distribusi (baik data input dan InvGauss) memiliki nilai tengah (mean) yang sama sebesar 213.805,27. Standar deviasi distribusi InvGauss senilai 319.423,15 dan standar deviasi data input senilai 318.177,09. Nilai standar deviasi distribusi data input lebih kecil dari distribusi InvGauss, sehingga dapat disimpulkan penyebaran data distribusi InvGauss lebih beragam dari distribusi data input.
Distribusi data input memiliki derajat skewness dan kurtosis yang lebih besar dari distribusi InvGauss. Nilai Skewness distribusi data input 5,23 dan skewness distribusi InvGauss sebesar 4,39. Menurut Lewis (2004: 54) jika sebuah distribusi memiliki nilai skewness lebih besar dari satu, maka distribusi tersebut tergolong pada distribusi yang memiliki nilai likelihood yang lebih tinggi. Artinya meskipun kedua distribusi ini memiliki ekor memanjang ke kanan, akan tetapi distribusi data input memiliki ekor ke kanan yang lebih panjang dari pada distribusi InvGauss. Nilai skewness penting dalam perumusan model ataupun pengukuran risiko (terutama risiko operasional) karena nilai skewness memberikan informasi tingkat likelihood dari kondisi ekstrim sebuah distribusi (Lewis, 2004: 51).
Kurtosis merupakan sebuah tolak ukur bobot ekor sebuah ditribusi peluang kejadian. Nilai kurtosis distribusi data input sebesar 46,99 dan kurtosis distribusi InvGauss senilai 35,06. Kedua distribusi ini tergolong kepada distribusi leptokurtic. Disebut sebagai distribusi leptokurtic karena memiliki nilai kurtosis yang lebih besar dari tiga (Lewis, 2004: 55). Artinya, kedua distribusi ini memiliki bobot ekor (weight tail) yang tinggi atau ekor peluang distribusi semakin jauh dari titik tengah (mean). Nilai goodness of fit (chi square) distribusi InvGauss sebesar 31,42 dengan nilai probabilitasnya sebesar 21%. Critical value pada selang kepercayaan 99% senilai 45,64 dan pada selang kepercayaan 99,9% sebesar 54,05.

D.      Hasil penghitungan Value at Risk (VaR)
Value at risk (VaR) Risiko operasional merupakan potensi kerugian pada periode tertentu dengan tingkat keyakinan (convidence level) tertentu dan dalam kondisi pasar yang normal. Nilai Value at Risk bisa dapat digunakan sebagai ukuran biaya modal (capital charge) yang harus dialokasikan oleh sebuah instansi untuk menutupi potensi kerugian akibat kegiatan bisnisnya (Lewis, 2004: 109). Capital charge risiko operasional merupakan kerugian tidak terduga (unexpected loss) yang mana merupakan selisih kerugian terduga (Expected Loss) dengan Value at Risk (VaR) aktivitas operasional pada selang kepercayaan tertentu.
Sebelum menghitung unexpected loss harian, terlebih dahulu dibutuhkan identifiksi nilai expected loss dan Value at Risk. Expected loss merupakan nilai dalam kurva distribusi kerugian agregat yang besarnya senilai 0 sampai nilai tengah (mean) distribusi agregat. Sedangkan unexpected loss nilainya berada didaerah antara nilai tengah (mean) distribusi agregat sampai titik P99,9. Nilai 99,9% merupakan nilai selang kepercayaan pada distribusi agregat. Sehingga P99,9 ialah titik VaR dalam persentil yang dihitung pada selang kepercayaan 99,9%. Hasil penghitungan Value at Risk harian Bank Syariah X dituliskan pada tabel 4.


Tabel 4. Hasil Penghitungan Value at Risk (VaR) Harian
Value at Risk P99,9
  4,071,550,059.70
Expected Loss
     213,805,267.80
Unexpected Loss
  3,857,744,791.90

Pada tabel 4. dapat dilihat nilai Value at Risk (VaR) P99,9 sebesar Rp 4.071.550.059,70 yang didapatkan dari nilai maksimal pada distribusi kerugian agregat dengan selang kepercayaan sebesar 99,9%. Nilai expected loss harian sebesar  Rp 213.805.267,80 yang didapatkan dari nilai tengah (mean) distribusi kerugian agregat. Sedangkan nilai unexpected loss harian bank syarian X senilai Rp 3.857.744.791,90.
Setelah didapatkan nilai capital charge harian, kini bisa dihitung capital charge tahunan. Capital charge atau unexpected loss tahunan didapat dari hasil perkalian nilai masing-masing angka pada tabel 4.6 dengan akar 365. Langkah ini dilakukan karena terdapat 365 hari dalam satu tahun. Setelah melakukan penghitungan, akar 365 adalah 19,10. Hasil penghitungan capital charge risiko operasional tahunan dan Value at Risk (VaR) tahunan ditulisan pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Penghitungan Value at Risk (VaR) Tahunan
Value at Risk P99.9
77,786,854,669.38
Expected Loss
  4,084,743,905.89
Unexpected Loss
73,702,110,763.48

Tabel 5. diatas menerangkan nilai Value at Risk tahunan pada selang kepercayaan 99,9% sebesar Rp 77.786.854.669,38 yang merupakan hasil perkalian VaR harian dikaliakan 19,10. Sedangkan nilai expected loss sebesar Rp 4.084.743.905,89 yang didapat dari hasil perkalian expected loss harian dikalikan 19,10.  Sehingga nilai unexpected loss tahunan senilai Rp 73.702.110.763,48 didapatkan dari hasil pengurangan VaR tahunan dikurangi expected loss tahunan. Dengan demikian, bank syariah X harus menyediakan cadangan modal senilai Rp 73,7 milliar sebagai capital charge untuk mengantisipasi potensi terjadi kerugian akibat risiko operasional.
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, dapat diperoleh kesimpulan bahwasanya bank syariah X memiliki potensi kerugian akibat risiko operasional di tahun mendatang senilai Rp 73.702.110.763,48. Sehingga mengharuskan bank tersebut untuk mencadangkan modal senilai Rp 73,7 milliar atau senilai dengan 0,28% dari total modalnya pada tahun 2011 dan 0,25% dari modalnya pada tahun 2012.
Penghitungan potensi kerugian agregat menggunakan pendekatan Loss Distribution Aggregate masih memiliki kekurangan, mengingat metode ini belum menghitung potensi kerugian dengan frekuensi kejadian rendah tetapi berdampak signifikan terhadap berjalannya bisnis yang dilakukan perusahaan. Sehingga diperlukan penghitungan menggunakan metode lain untuk melengkapi kekurangan metode Loss Distribution Aggregate.


Daftar Pustaka

Bank Indonesia, 2013. Home: Publikasi: Laporan Keuangan Publikasi Bank. [Online] Available at: http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Statistik /Default_Unit_Usaha_Syariah_ [Accessed 16 Juli 2013].
Basel Committe on Banking Supervision, 2006. International Convergence of Capital Meausurement and Capital Standard: A Revised Framework Comprehensive Version, Basel: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2006. International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards, Basle: s.n.
Basel Committee on Banking Supervision, 2010. Basel III: A Global Regulatory Framework for More Resilent Banks and Banking System, Basel: BCBS.
Djohanputro, B., 2006. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. Jakarta: PPM.
Drennan, L. T., 2004. Ethichs, Governance and Risk Management: Lessons From Mirror Group Newspapers and Barings Bank. Journal of Business Ethics, 52, No. 3(July 2004), pp. 257-266.
Frachot, A., Georges & Roncalli, 2001. Loss Distribution Approach for Operational Risk, Paris: Groupe de Recherche Operationnelle, Credit Lyannais.
Jorion, P., 2002. Value at Risk: The New Banchmarki for Managing Financial Risk. Singapore: Mc Graw-Hill Education (Asia).
Lewis, N. D. C., 2004. Operational risk with Excel and VBA: applied statistical methods for Risk Management. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc..
Muslich, M., 2007. Manajemen Risiko Operasional: Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.
Navarrete, E., 2006. Practical Calculation of Expected and Unexpected Losses in Operational Risk by Simulation Methods, s.l.: Scalar Consulting.
Pardi, I., 2006. Pengukuran Kecukupan Dana Jaminan Transaksi Bursa Di Pasar Modal Indonesia Dengan Metode Stress Testing, Tesis Pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Shelfina, C., sih, N. S., Ginting, A. & Arisandi, F., 2010. Ethica of Accounting "Barings Bank: Rogue Trader". [Online] Available at: http://www.scribd.com/doc/39000757/Barings-Bank-Case [Accessed 5 April 2013].
Shevchenko, P. V., 2008. Estimation of Operational Risk Capital Charge Under Parameter Uncertainty. The Journal of Operational Risk 3, 1(2), pp. 51-63.
Wahyudi, I. et al., 2013. Manajemen Risiko Bank Islam. I ed. Jakarta: Salemba Empat.
Walpole, R. E., 1993. Pengnar Statistik penerj. Bamabang Sumantri. 3 ed. Jakarta: PT Gramedia.
Wealth Indonesia, n.d. Investasi: Kasus Penipuan Capital Market: Bangkrutnya Enron Corp.. [Online] Available at: http://www.wealthindonesia.com/ kasus-penipuan-capital-market/bangkrutnya-enron-corp.html [Accessed 5 April 2013].

0 komentar:

Posting Komentar